Vivagoal – 5 Fakta – Manajer tim sepak bola Arsenal, Arsene Wenger, pernah mengatakan bahwa para penyerang benua Eropa bermain terlalu ‘lembek’ jika dibandingkan dengan permainan para penyerang dari Amerika Selatan.
Menurut pelatih yang dijuluki ‘The Professor’ ini, banyaknya kegiatan sepakbola jalanan di Amerika Selatan sangat berperan dalam memoles teknik para penyerang dari Amerika Latin.
[irp]
“Jika melihat dunia sepak bola di seluruh Eropa dan pada umumnya, maka Amerika Selatan menjadi satu-satunya benua yang melahirkan penyerang di masa kini,” ujar Wenger dalam sebuah konferensi pers, seperti yang dikutip dari Reuters.
Ungkapan Arsene Wenger tersebut bisa dianggap benar jika melirik para pemain latin yang berkiprah di Liga Indonesia. Memang, sejak dimulainya Liga Indonesia pada tahun 1994, pemain-pemain asing asal Amerika Latin telah banyak berdatangan dan berhasil memberi warna dalam kancah persepakbolaan Indonesia. Dan berikut 5 fakta Pemain Latin yang Sukses merumput di Liga Indonesia.
1. Julio Lopez (cili)
Julio Lopez datang ke Indonesia dan memulai karir sepakbolanya di klub PSIS Semarang pada tahun 2003 silam. Pemain dengan nama lengkap Julio Gabriel Lopez Venegas ini berhasil unjuk gigi di klub berjuluk Mahesa Jenar, dengan sukses membukukan 16 gol sekaligus memecahkan rekor klub PSIS sebagai pencetak gol terbanyak klub dalam satu musim saja.
Hanya Semusim di PSIS kemudian bermain di beberapa klub, Julio Lopez kembali ke PSIS pada tahun 2007. Comebacknya itu membuat pemain yang dijuluki J-Lo tersebut memimpin daftar pemain asing termahal dengan bayaran Rp 1,2 miliar dan mengalahkan Cristian Gonzales yang juga sedang dalam top perform saat itu.
[irp]
Harga J-Lo yang meroket berbanding lurus dengan performanya di atas lapangan. Bersama PSIS, J-Lo sukses membukukan 20 gol. Hasil ini membuat sejumlah pengamat sepakbola nasional takjub, pasalnya posisi J-Lo bukanlah striker murni, melainkan playmaker.
Dan di musim-musim berikutnya, J-Lo hijrah ke PSM Makassar, kemudian Persiba Balikpapan dan Persisam Putra Samarinda. Sama halnya saat masih di PSIS, di klub-klub barunya itu Julio Lopez sukses tampil apik dengan mencetak minimal dua digit gol dalam semusim.
2. Jacksen F Tiago (Brasil)
Jacksen F Tiago adalah seorang eks pelatih Persipura Jayapura yang mengawali karir sepakbolanya di Indonesia dengan bermain untuk klub Petrokimia Putra. Bersama koleganya dari Brasil, Carlos De Mello, Jacksen sukses membawa Petrokimia melaju hingga babak final Liga Indonesia edisi pertama (1994). Sayang, ia gagal mempersembahkan gelar perdana setelah kalah dari Persib Bandung dengan skor 0-1.
Kesuksesan terbesar sebagai pemain pun akhirnya Jacksen raih setelah pindah ke klub Persebaya Surabaya. Musim 1996/1997, Jacksen sukses mempersembahkan gelar juara liga bagi Tim Bajul Ijo. Tak hanya itu, ia juga berhasil meraih penghargaan sebagai top skorer liga Indonesia musim itu dengan 26 gol.
[irp]
Kesuksesan Jacksen kala menjadi pemain, menular saat ia menjadi pelatih. Jacksen yang dipercaya untuk melatih mantan klubnya, Persebaya, hanya butuh satu musim untuk membawa Persebaya kembali naik ke divisi utama dan menjadikan Bajul Ijo juara di musim berikutnya (musim 2004).
Pada tahun 2008, Jacksen menandatangani kontrak untuk melatih Tim Mutiara Hitam, Persipura Jayapura. Selama kepemimpinannya di Persipura Jayapura, ia memberikan tiga gelar Liga Super Indonesia di musim 2008-09, 2010-11, dan 2012-2013.
3. Franco Hita (Argentina)
Franco Hitta merupakan salah satu striker bengal yang pernah membela klub Arema Malang. Sama seperti dua striker bengal pendahulunya, Pacho Rubio dan Noh Alam Shah, Franco Hitta memiliki kualitas yang sangat bagus. Hal itu dibuktikannya kala sukses mempersembahkan dua gelar COPA Dji Sam Soe dua kali berturut-turut (2005 dan 2006).
Permainan ngotot serta tak mau menyerah menjadi tipikal seorang Franco Hitta. Label pemain buangan yang sukses melekat di pundak pemain bernomor punggung 9 tersebut. Bagaimana tidak? Di Persita dianggap tidak produktif, ia justru unjuk gigi bersama Singo Edan. Setelahnya, ia pun hijrah ke Persema Malang karena mendiang Miroslav Janu tak cocok dengan gayanya. Dibuang lagi, Hitta pun menunjukkan kualitas dengan mencetak sembilan gol dari sembilan pertandingan awal bersama Laskar Ken Arok.
[irp]
Kesuksesannya sebagai striker papan atas nasional pun berlanjut saat berkostum Mitra Kukar. Ia bahkan sukses mencetak 21 gol dari 38 penampilan bersama Naga Mekes. Sempat bermain untuk klub divisi 2 Liga Cili, terakhir, ia diketahui bermain untuk klub Thailand, Chiangrai United.
4. Ronald Fagundez (Uruguay)
Ronald Fagundez mengawali karir sepakbolanya di Indonesia bersama Tim Juku Eja, PSM Makassar tahun 2004. Selama dua tahun di Makassar, Ronald Fagundez sukses membawa pengaruh positif bagi permainan Juku Eja yang dikenal keras dan menyerang. Ronald Fagundez kemudian pindah ke Jawa Timur dengan bergabung bersama Persik Kediri tahun 2006.
Kepindahannya membuat namanya mulai berkibar seiring dengan naiknya prestasi Macan Putih di kancah persepakbolaan nasional. Salah satu faktor keberhasilan Persik Kediri menjuarai Liga Indonesia Musim 2006/2007 silam adalah kecerdikan serta kemampuan mengagumkan Fagundez dalam mengkoordinir lapangan tengah membuatnya dicap sebagai trio maut dan kekuatan utama Persik bersama rekannya sesama dari Amerika Latin, Danilo Fernando, dan Cristian Gonzales.
[irp]
Fagundez juga sukses mengantarkan Persik ke ajang Piala AFC 2007, walaupun akhirnya ia dan rekan-rekannya gagal lolos dari fase grup. Lepas dari Persik, pemain Uruguay ini kemudian pindah ke Putra Samarinda lalu PSIS Semarang. Tapi, kesialan menimpa sang pemain saat ia harus dijatuhi sanksi larangan beraktivitas selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 150 Juta akibat insiden sepakbola gajah yang melibatkan PSIS Semarang dan PSS Sleman.
5. Carlos De Mello (Brasil)
Mantan kompatriot Jacksen F Tiago di Petrokimia Gresik ini merupakan salah satu pemain tengah paling berpengaruh dan disegani bagi tim-tim yang dibelanya. Petrokimia Gresik dan Persebaya Surabaya adalah dua dari sekian banyak tim Indonesia pernah merasakan magis pemain asli Brasil tersebut.
Sama seperti Jacksen, ia sukses membawa Petrokimia melangkah ke final sebelum dikalahkan oleh Persib Bandung dengan skor 0-1. Ia pun ditarik ke Bajul Ijo dan merumput kembali bersama Jacksen beberapa tahun setelahnya. Tidak butuh waktu lama untuk beradaptasi, De Mello langsung nyetel dengan permainan Persebaya. Buktinya, ia langsung sukses mempersembahkan gelar juara bagi Persebaya Surabaya di tahun 1996.
[irp]
Berlari sepertinya adalah sesuatu yang haram bagi pemain bertubuh besar ini. Itu bisa dilihat dari minimnya ia berlari ketika membela Petrokimia dan Persebaya. Meski begitu, kekuatan De Mello dinilai dari umpan-umpan matang nan akurat yang kerap ia lancarkan bagi rekan-rekannya di lini depan. Jumlah 26 gol yang dicetak Jacksen pun tak lepas dari peran sempurna eks pelatih PSM Makassar itu sebagai playmaker.
Performanya apik sang pemain terus menanjak dan ia pun membuat PSM Makassar kepincut. Dan di tahun 1999, berlabuhlah dia ke klub yang bermarkas di Stadion Mato Angin itu. Apa yang ia tunjukkan di Persebaya dan Petrokimia rupanya menjadi garansi bagi PSM, di tahun itu juga Juku Eja langsung berhasil menjuarai Liga Indonesia musim 1999-2000.
Selalu update berita bola terkini dan 5 fakta seputar pemain sepakbola hanya di vivagoal.com