Site icon Vivagoal.com

5 Fakta Tragedi Berdarah di Dunia Sepak Bola

5-fakta-tragedi-sepakbola

Vivagoal5 Fakta – Sepak bola adalah salah satu olahraga yang paling populer di muka bumi ini. Nah, seharusnya sih sepak bola bisa menjadi penyatu dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Namun pada kenyataannya, banyak dari pertandingan-pertandingan tersebut yang malah memakan korban, mulai dari satuan hingga ratusan orang.

Masih hangat di ingatan kita, ada salah satu supporter tim Persib Bandung yang meninggal karena rusuh sesama supporter.

Kerusuhan-kerusuhan tersebut terjadi karena banyak alasan. Dimulai dari kecelakaan, salah paham, berselisih pendapat, hingga alasan historis dari kedua klub yang dibela.

Tak hanya di Indonesia, tragedi dalam sepak bola juga pernah terjadi di berbagai belahan dunia, lho.

[irp]

Rentetan tragedi dalam dunia olahraga, khususnya sepakbola, ternyata terus terjadi sampai sekarang dan menelan ratusan korban.

Ironisnya, petaka muncul ketika orang sebetulnya ingin menikmati pertandingan yang menghibur.

Kali ini VIGO akan memberikan daftar tragedi dari sepak bola yang terjadi di seluruh dunia. Berikut VIGO merangkum 5 fakta tragedi berdarah di dunia sepakbola.

1. Tragedi Pesawat MU Mendarat di Munich (Tahun 1958)

Tragedi Munich menjadi hari paling kelam dalam sejarah sepakbola dunia. Tragedi yang menimpa tim kesebelasan Manchester United itu terjadi pada tanggal 6 Februari 1958 di Bandara Munich-Riem, Jerman.

Kecelakaan bermula ketika pesawat British European Airways bernomor penerbangan 609, sedang dalam perjalanan pulang setelah bertanding kontra Red Star Belgrade di perempat final Liga Champions dan melakukan transit di Munich untuk mengisi bahan bakar. Setelah mengisi bahan bakar, pesawat melakukan lepas landas namun akhirnya tergelincir pada usaha ketiga. Cuaca buruk kala itu menjadi penyebab kecelakaan itu.

Awalnya Kapten Kenneth “Ken” Rayment mencoba melakukan lepas landas sebanyak dua kali, namun usaha itu tak membuahkan hasil. Setelah itu penerbangan sempat direncakan ditunda hingga kondisi cuaca mulai memungkinkan. Kala itu Iblis Merah harus kembali ke Inggris untuk bertanding melawan Wolverhampton Wanderes. Demi mengejar waktu, Kapten Kenneth “Ken” Rayment akhirnya mencoba melakukan lepas landas yang ketiga. Namun sayang, pesawat tergelincir akibat gumpalan salju dan kecelakaan pun tidak bisa dihindarkan.

Akhirnya, pesawat yang ditunggangi para pemain Manchester United bersama dengan sejumlah pendukung dan wartawan memakan korban. Total 20 dari 44 orang di pesawat tewas dalam kecelakaan tersebut. Beberapa penumpang terluka, di antaranya sudah tak sadarkan diri dan segera dibawa ke Rumah Sakit Rechts der Isar di Munich di mana 3 orang meninggal dunia, sehingga yang selamat hanya 21 orang.

Pasca kejadian ini, Manchester United harus kehilangan sejumlah pemainnya. Padahal, saat itu penampilan United sedang bersinar dan dikenal dengan julukan “Busby Babes”. Akhirnya United kembali membangun tim dari awal. Saat itu Jimmy Murphy sementara ditunjuk untuk menggantikan Matt Busby selama masa pemulihan.

2. Tragedi Kebakaran Stadion Bradford City (Tahun 1985)

​Salah satu insiden kebakaran paling berdarah di sejarah sepak bola Inggris. Insiden ini terjadi pada 11 Mei 1985 di stadion milik Bradford City, Valley Parade Stadium. Stadion ini terkenal karena memiliki gaya kuno dengan berbagai kayu di seluruh stadion.

Kala itu Bradford City bertanding melawan Lincoln city dalam laga terakhir kompetisi divisi III. Valley Parade adalah stadion tua milik Bradford yang masih kuno dan minim fasilitas keamanan. Stadion ini masih memakai kayu sebagai bahan baku utama pondasi, atap dan kursi-kursi di tribun.

Kebakaran terjadi saat pertandingan memasuki menit 40, sebercik api mulai terlihat di sudut tribun pojok kanan tepatnya tiga baris pada blok G. Api diyakini muncul akibat seorang fans yang membuang puntung sembarangan, puntung itu kemudian masuk menyelip ke bawa tribun yang dimana banyak sampah-sampah kertas yang menggunuk.

Sebelum api membesar penonton merasa kaki mereka menjadi lebih hangat, salah satu dari mereka berlari ke belakang mencari alat pemadam kebakaran tetapi miris dia tidak menemukannya. Seorang polisi berteriak kepada rekannya untuk mendatangkan pemadam kebakaran, sayang pesan ini tak tersampaikan karena terjadi miss komunikasi.

Api kemudian membesar dan polisi mulai mengevakuasi para penonton. Atap tribun yang terbuat dari kayu dan ditutupi terpal serta memakai perekat aspal memperparah besarnya api. Asap yang dihasilkan amat pekat membuat evakuasi terhambat akibat banyak penonton yang pingsan. Hanya butuh waktu kurang dari empat menit untuk seluruh tribun itu habis dilahap api.

Anehnya disaat api sedang besar-besarnya para fans Bradford malah bernyanyi-nyanyi merayakan lolosnya mereka ke divisi II. Apa yang mereka lakukan bak seperti ritual bangsa pagan yang bernyanyi-nyanyi membakar sesembahan diatas altar pengorbanan. Fans Bradford mungkin tak tahu bahwa di dalam bara api yang menyala itu ada 56 orang rekan mereka yang bersiap-siap direngut ajal.

Tragedi Valley Parade membuat adanya regulasi dalam sepakbola Inggris dengan dilarangnya memakai kayu sebagai pembentuk tribun serta pembatas antara kursi penonton dan lapangan dibuat lebih rendah. Aturan ini membuat revolusi stadion-stadion Inggris pun dimulai.

3. Tragedi Heysel, Juventus VS Liverpool (Tahun 1985)

Sejarah kelam dalam sepakbola pernah terjadi pada 29 Mei 1985. Saat itu di Stadion Heysel, Brussel, Belgia digelar pertandingan final Piala Champions (sekarang bernama Liga Champions) antara Liverpool melawan Juventus. Sekitar 60 ribu penonton yang terbagi antara pendukung Liverpool dan Juventus memadati stadion tersebut.

Saling ejek antara massa pendukung Liverpool dengan tifosi Juventus sudah terjadi sejak satu jam sebelum pertandingan berlangsung. Tak hanya saling ledek, hujan batu menjadi pemandangan menakutkan yang menghias laga tersebut. Para pendukung Juventus yang kalah jumlah berusaha menghindari serangan frontal para pendukung Liverpool kala itu.

Karena sudah merasa terpojok mereka berusaha mundur. Sayang, aksi mereka terhalang tembok besar Stadion Heysel. Tembok tersebut memang sudah rapuh karena lapuk dimakan usia. Tak kuat menahan jumlah massa, tembok pun runtuh.

Kondisi semakin kacau karena kepanikan terjadi. Akibatnya selain tertimpa material tembok, banyak pula korban karena terinjak-injak. Total 39 orang meninggal dunia dalam tragedi ini. Menurut laporan Telegraph, sebanyak 32 orang di antaranya merupakan orang Italia, tiga orang merupakan pendukung Inter Milan yang sebenarnya hanya menyempatkan hadir di tengah liburan mereka di Belgia.

Meski terjadi kekacauan, namun laga tetap berlangsung dengan alasan meredam emosi kedua kelompok supporter tersebut. Juventus berhasil memenangkan pertandingan di tengah duka yang menyelimuti para pemainnya, karena kebanyakan korban meninggal adalah pendukung mereka. Sebenarnya, saat itu para pemain di lapangan belum mengetahui adanya korban meninggal.

Kenny Dalglish, salah satu saksi mata tragedi tersebut mengaku tidak akan pernah bisa melupakan kejadian terkelam dalam dunia sepak bola itu. Bukan soal kekalahan timnya, tapi melihat bagaimana kekacauan yang terjadi sebelum pertandingan dimulai. Legenda Liverpool itu mengaku terpukul dan sangat merasa kesedihan yang mendalam.

“Kami melihat fans Italia menangis dan mereka memukul-mukul bagian luar bis ketika kami keluar meninggalkan hotel. Ketika kami meninggalkan Brussels, sejumlah orang Italia marah-marah. Tapi saya bisa memahami itu karena mereka baru saja kehilangan 39 rekannya dalam tragedi tersebut,”

“Saya ingat betul ada seorang Italia yang wajahnya tepat di bawah jendela tempat saya duduk. Ia menangis dan marah. Anda bisa rasakan bagaimana ia kehilangan seseorang dalam kondisi seperti itu. Anda pastinya tidak pernah berharap hal itu berakhir demikian.”

Setelah kejadian tersebut, penyelidikan dilakukan untuk mengungkap siapa yang menjadi dalang dari kejadian nahas tersebut. Melalui tayangan TV Eye berdurasi satu jam serta foto-foto yang dipublikasikan melalui media massa, kepolisan Inggris menangkap 14 dari 26 pendukung Liverpool dengan kasus penganiayaan dan pembunuhan. Sebagian besar dari mereka adalah pendukung Liverpool yang telah beberapa kali berurusan dengan hukum karena kerusuhan sepakbola.

Penyelidikan lebih lanjut dilakukan UEFA pada tanggal 30 Mei 1985 UEFA. Melalui penyidik resminya, Gunter Schneider, menyatakan kesalahan sepenuhnya ada di pihak Liverpool. Satu hari setelah vonis tersebut, Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher mendesak FA untuk melarang tim-tim Inggris untuk bermain di Eropa sebagai konsekuensi.

Dua hari kemudian UEFA secara resmi memutuskan, melarang semua kesebelasan Inggris mengikuti pertandingan di seluruh Eropa. Pada tanggal 6 Juni putusan diubah menjadi pelarangan bertanding di seluruh dunia, namun sanksi tidak berlaku untuk timnas Inggris. Artinya timnas Inggris boleh melakukan pertandingan Internasional.

Putusan terakhir mengatakan, kesebelasan Inggris dikucilkan selama lima tahun, dan tiga tahun tambahan bagi Liverpool, namun akhirnya mendapat keringanan dengan hanya satu tahun tambahan. Peristiwa Heysel seolah-olah menjadikan Liverpool sebagai musuh bersama para kesebelasan Inggris kala itu, sebab akibat dari kejadian itu beberapa kesebelasan seperti Manchester United, Arsenal, Everton, Nottingham Forest, Chelsea, Tottenham Hotspur, dan lainnya harus mengubur mimpi tampil di kompetisi Eropa.

4. Tragedi Hillsborough (Tahun 1989)

Awan duka memayungi Liverpool pada 15 April 1989. Bagaimana tidak, ada tragedi yang begitu menyisakan duka mendalam di keluarga besar Liverpool.

Suatu tragedi besar terjadi di Sheffield, tepatnya di Hillsborough Stadium, yang melibatkan kerja pihak kepolisian setempat.

Tragedi yang menyisakan luka dan duka mendalam itu kini dikenal dengan tragedi Hillsborough. 96 orang meninggalkan dunia dan 766 orang lainnya mengalami luka-luka, yang menjadikan tragedi ini sebagai insiden terburuk dalam sejarah olahraga di Inggris dan di dunia.

Tapi, selain fans berat Liverpool, tak banyak yang mengetahui bagaimana sejarah dari insiden ini, pengaruhnya dalam dunia sepakbola dan berbagai kontroversi yang ada di dalamnya.

Dari insiden ini pula juga tercipta sejumlah rekomendasi mengenai aspek keamanan di stadion.

Adalah Lord Justice Taylor yang membuatnya. Dibutuhkan waktu 31 hari untuk bisa membuat laporan mengenai tragedi tersebut dan dipublikasikan dalam dua laporan.

Laporan Pertama yaitu laporan interim yang menggambarkan apa yang terjadi pada hari itu. Laporan kedua, yang mempublikasikan rekomendasi umum mengenai standar keamanan stadion. Laporan ini kemudian dikenal dengan nama Laporan Taylor.

Dalam laporannya, Lord Justice Taylor menyimpulkan bahwa polisi tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

“Ada tahapan yang harus dipertimbangkan dalam sejumlah aspek mengenai bencana ini, khususnya perhatian difokuskan pada membuka gerbang kedua. Selain itu, kick-off harusnya ditunda, seperti halnya pertandingan di tempat lain.”

Alasan bahwa sejumlah fans kehilangan kesadaran karena alkohol juga dinilai Taylor bukan sebagai alasan utama terjadinya tragedi tersebut. Polisi, yang dalam hal ini memegang kendali keamanan, memiliki tanggung jawab penuh untuk hal ini.

Pengaruh dari Laporan Taylor tersebut, terutama terkait rekomendasi mengenai standar keamanan di stadion, akhirnya digunakan sebagai patokan dan dasar utama untuk mendirikan stadion.

Dalam laporannya, Lord Taylor membuat 76 rekomendasi, di antaranya tidak menyediakan tribun berdiri dan hanya menyediakan tribun dengan tempat duduk.

5. Tragedi Perang Maut Stadion Port Said (Tahun 2012)

Rabu, 1 Februari 2012, kerusuhan besar terjadi di stadion Port Said. Kerusuhan yang terjadi selepas pertandingan antara al-Masry kontra al-Ahly di Liga Premier Mesir itu menewaskan 74 orang. Ditambah 500 lebih korban luka, insiden itu menjadi tragedi terbesar dalam sejarah sepakbola Mesir — juga salah satu kerusuhan sepakbola paling mematikan di dunia.

Pertandingan berkesudahan 3-1 untuk kemenangan sang tuan rumah. Namun, begitu peluit tanda pertandingan berakhir dibunyikan, serta merta seluruh pendukung al-Masry memburu para suporter al-Ahly. Bersenjatakan pisau mereka menyerang secara membabi-buta.

“Ini bukan sepakbola, melainkan perang,” kata pemain al-Ahly, Abo Treika, seperti dilansir Aljazeera. “Orang-orang meninggal di hadapan kami … tak ada pihak keamanan, tak ada ambulan.”

Namun mereka terlihat membiarkan peristiwa berdarah tersebut terjadi di depan mata. Menurut seorang anggota komite wanita Federasi Sepakbola Mesir (EFA), Daia Salah, penyerangan tersebut sudah direncanakan.

Pihak keamanan sudah mengetahui itu. Belum lagi kicauan orang-orang di Twitter sebelum pertandingan.

“Aku melihat kicauan dengan mata kepalaku sendiri 13 atau 14 jam sebelum pertandingan dari seorang pendukung al-Masry kepada fans al-Ahly

“Jika kau jadi datang ke stadion, buat surat wasiatmu sebelum berangkat,’” terangnya.

Exit mobile version