Obrolan Vigo: Cabe Rawit yang Melempem Karena Cedera
Vivagoal – Berita Bola – Timnas Cile pernah memiliki striker kecil nan tajam dalam diri Marcelo Salas. Namun karir pemain bertubuh mungil ini harus terbenam lantaran permasalahan cedera yang dideritanya di usia emas dan mengubur kejayaannya seketika.
Jauh sebelum karir Alexis Sanchez meroket, Cile sudah memiliki penyerang tajam dalam diri Salas. Pemain kelahiran 24 Desember 1974 ini memiliki karir yang terbilang baik. Ia sempat memperkuat tim besar Cile, Universidad de Chile di awal karir. Dalam tiga musim membela salah satu raksasa sepakbola La Roja, ia sempat hantarkan tim mendulang sepasang gelar Primera Division pada 1994 dan 1995 silam. Dalam dua musim, Salas mampu tampilkan 27 laga dan mencetak 12 gol.
Bakatnya pun menarik perhatian tim besar asal Argentina, River Plate. Los Millonairos tak ragu mendaratkan sang pamain ke Argentina dengan mahar 2,7 juta Euro. Ia langsung menjadi andalan tim di lini depan dan menggeser penyerang muda potensial yang kala itu dimiliki River, Julio Cruz.
Salas pun tampil memukau. Gol perdananya hadir di Superclasico kontra Boca Juniors pada September 1996 silam di La Bombonera, katedral kebanggaan masyarakat distrik La Boca. Dalam dua musim perdana, Salas mampu catatkan 31 gol dalam 67 penampilan. Ia pun mendapatkan julukan sebagai El Shileno Salas, atau si Cile Salas.
Di musim perdananya, ia mampu sumbangkan gelar Primera Division kepada River. Semusim berselang, Salas mampu hantarkan tim mendulang gelar Arpetura & Clausura. Di tahun 1997, ia juga sempat menjadi pemain terbaik Amerika Selatan mengalahkan berbagai pemain potensial lain macam Noberto Solano dan Jose Luis Chilavert.
Baca Juga:
- 5 Mesin Gol Bundesliga, Calon Top Skor Musim Ini
- 5 Fakta Mantan Pesepakbola yang Penuh Tato
- 5 Wonderkid Underrated di Football Manager 22
- 5 Fakta Legenda Sepakbola yang Doyan Mabuk
Salas sempat menarik perhatian manager Man United, Alex Ferguson. Pada 1997 silam, menukil laman talksport, Fergie menyempatkan diri untuk terbang sejauh 14.000 mil dari Inggris ke Argentina guna memantau langsung Salas sekaligus menjadi suskesor Eric Cantona yang putuskan gantung sepatu di usia 31 tahun.
“Apa yang kami temui luar biasa. Ia adalah pemain muda berbakat. Baru berusia 22 tahun dan siap bermain di level tertinggi. Namun ada dana besar yang harus dikeluarkan untuk mendatangkannya,” ungkap Ferguson dalam bukunya, A will to Win: the Manager Diary.
Sang pemain pun kemudian putuskan berlabuh ke Eropa, Lazio, yang di musim 1998 tengah menjalani kejayaan di bawah kepemimpinan Sven Goran Erikson menuai berkah atas kehadiran Salas. Ia langsung menjadi mesin gol tim dengan mencetak 24 gol dalam 43 laga di musim perdananya. Investasi besar senilai 17,5 Juta Euro yang dikeluarkan Elang Roma untuk mendatangkannya. Gelar Piala UEFA dan Piala Super Italia pun mendarat di almari trofi Lazio.
Tak hanya itu, semusim berselang, ia mampu hadirkan scudetto untuk kali kedua plus Piala Italia. Namun ketajamannya agak tereduksi jika dibandingkan dengan musim perdana. Tiga musim membela I Biiancocelesti, Salas total hanya mencetak 40 gol bagi Elang Roma.
Meski begitu, ia tetap menjadi idola bagi fans Lazio. Mereka bahkan tak ragu untuk mengomparasikan Salas dengan Ronaldo Nazario. Fans Lazio bahkan membuat nyanyian khusus bagi Salas yakni “Matador, Matador, che ce frega de Ronaldo noi c’avemo er Matador” (Matador, Matador. Kita peduli dengan Ronaldo jika kita memiliki Matador)