Site icon Vivagoal.com

5 Fakta Tim Kejutan di Sepanjang Sejarah Liga Indonesia

5 Fakta Tim Kejutan di Sepanjang Sejarah Liga Indonesia

Vivagoal5 Fakta – Meski terdapat klub-klub tradisional yang memiliki kekuatan dan kemampuan finansial di atas klub-klub lainnya, Liga Indonesia kerap menghadirkan kejutan di sepanjang perjalanannya. Dan inilah 5 Fakta klub kecil yang sukses memberikan kejutan besar di Liga Indonesia!

1. PSIS Semarang Jadi Juara Musim 1998/99 Dengan Kondisi Pas-pasan.

Menjelang kompetisi 1998/99 dimulai, PSIS masih bermasalah dengan keuangan. Dengan modal cekak, Manajemen PSIS tidak bisa mengontrak pemain-pemain bagus. Keberuntungan PSIS mulai terlihat saat klub Arseto Solo membubarkan diri, yang sejatinya adalah rival utama PSIS di Jawa Tengah. Pemain-pemain andalan Arseto Solo seperti I Komang Putra, Ali Sunan, dan Agung Setyabudi kemudian merapat ke Semarang.

Selain itu, PSIS juga berhasil mengontrak Tugiyo, salah satu penyerang berbakat di Indonesia pada saat itu. Beserta tiga legiun asing yang dimiliki PSIS, Simon Atangana, Ebanda Timothy, dan Ali Shaha Ali, pemain-pemain itu kemudian menjadi pondasi kokoh dari perjalanan PSIS Semarang untuk menciptakan keajaiban, dengan meraih gelar juara. Pencapaian tersebut tidak hanya sebuah kejutan, namun juga serupa kisah di dalam sebuah dongeng.

[irp]

PSIS Semarang memang menjadi salah satu tim tradisional di liga Indonesia. Tim yang berdiri pada tahun 1932 ini pernah menjadi juara Liga Perserikatan pada tahun 1987 lalu. Meski begitu, sejak digelarnya Liga Indonesia Pertama pada tahun 1994 hingga 1997 lalu, PSIS hanyalah tim biasa-biasa saja. Dari Liga Indonesia Pertama hingga Liga Indonesia Keempat PSIS tak pernah sekalipun menembus babak delapan besar, apalagi meraih gelar juara.

2. Tim Bayi Ajaib Persikota Tangerang Menebar Kejutan di Tiga Divisi Sepakbola Indonesia.

Di Liga Indonesia Keenam (1999/2000) Persikota Tangerang memang hanya berhasil mencapai babak semifinal. Meski begitu, jika menengok sejarah mereka beberapa tahun sebelumnya, orang-orang patut mengangkat topi terhadap pencapaian Persikota pada saat itu. Persikota mendapatkan julukan “Bayi Ajaib” bukan tanpa sebab.

Lima tahun sebelum menggegerkan sepakbola Indonesia, Persikota baru dibentuk dan diakui sebagai salah satu anggota resmi PSSI. Mereka kemudian memulai kehidupannya di Divisi Dua Liga Indonesia musim 1995/96. Hebatnya, mereka langsung berhasil meraih gelar juara Divisi Dua dan promosi ke Divisi Satu. Melalui tangan dingin Andi Lala, Persikota sama sekali tak mengalami kekalahan di sepanjang kompetisi Divisi Dua pada saat itu.

[irp]

Di Divisi Satu, kiprah hebat Persikota berlanjut. Meski sempat menerima kekalahan dari Persiter Ternate di babak 10 besar, Persikota berhasil lolos ke semifinal sebagai runner-up grup. Mereka akhirnya berhasil meraih gelar juara Divisi Satu Liga Indonesia musim 1996/97 setelah mengalahkan Perseden Denpasar di babak semifinal dan mengalahkan PSIM Yogyakarta di partai puncak. Dalam waktu hanya dua tahun setelah dibentuk, Persikota berhasil mencapai Divisi Utama Liga Indonesia. Tentu saja, itu adalah sebuah prestasi yang luar biasa.

Puncak kejutan yang diciptakan Persikota kemudian terjadi setelah tiga musim berada di Divisi Utama. Setelah melakukan beberapa perubahan, termasuk mengganti Andi Lala dengan Sutan Harhara, Persikota berhasil lolos hingga ke babak semifinal. Di pertandingan semifinal itu, PKT Bontang, salah satu tim terbaik di liga Indonesia pada saat itu, berhasil dibuat kerepotan. PKT hanya mampu menang adu penalti atas sebuah tim yang eksistensinya masih seumur jagung di kancah sepakbola Indonesia.

3. Sihir Persita Tangerang di Musim 2001/2002.

Awal tahun 2000-an nama Benny Dollo, Ilham Jaya Kesuma, dan Zaenal Arif berhasil mencuri perhatian publik sepakbola Indonesia. Penyebabnya satu, kiprah hebat klub Persita Tangerang di Liga Indonesia musim 2001/02.

Saat itu, Persita kembali promosi ke Divisi Utama, secara perlahan Persita mampu merusak dominasi klub-klub besar langganan juara Liga Indonesia. Dan secara mengejutkan, Persita lolos ke babak delapan besar Liga Indonesia. Dan di babak delapan besar, Persita tampil menggila. Satu grup dengan Arema Malang, Persipura Jayapura, dan Petrokimia Putra di Grup A, Persita yang tidak diunggulkan malah berhasil keluar sebagai juara grup dengan hasil sempurna.

Persita kemudian bertemu dengan PSM Makassar, finalis liga Indonesia sebelumnya, di babak semifinal. PSM pun harus rela menjadi korban kegilaan Persita berikutnya. Melalui gol Ilham Jaya Kesuma dan Olingan Atangana, Persita menang dua gol tanpa balas. Sekitar 40.000 penggemar sepakbola yang memadati Stadion Senayan (GBK), Jakarta, pada saat itu menjadi saksi bagaimana bintang-bintang hebat Juku Eja, julukan PSM, tak berdaya melawan kaki-kaki lincah anak asuh Benny Dollo.

[irp]

Sayang, sihir Persita Tangerang sepertinya habis di pertandingan semifinal melawan PSM Makassar. Di pertandingan final, mereka terpaksa menyerah dari Petrokimia Putra, tim yang pernah mereka kalahkan di babak delapan besar, dengan skor 1-2. Meski begitu, Persita berhasil mendapatkan sedikit hiburan. Selain meraih gelar top skorer, Ilham Jaya Kesuma juga dinobatkan sebagai pemain terbaik Liga Indonesia pada musim itu.

4. Persik Kediri, Tim Promosi Pertama Yang Langsung Berhasil Merengkuh Juara Liga Indonesia Musim 2002/2003.

Pada tahun 2000-an, Persik Kediri berhasil dua kali menjadi juara liga Indonesia, yaitu pada tahun 2003 dan 2006. Meski begitu, ada perbedaan status saat mereka berhasil meraih dua gelar liga tersebut. Pada tahun 2006, Persik adalah salah satu tim besar di Indonesia di mana mereka diperkuat oleh pemain-pemain asing kelas satu: Cristian Gonzales, Danilo Fernando dan Ronald Fagundez. Sedangkan saat Persik berhasil meraih gelar tiga tahun sebelumnya, mereka hanyalah tim promosi di Divisi Utama pada saat itu.

Seperti kebanyakan tim promosi lainnya, target Persik saat itu hanyalah bertahan di Divisi Utama Liga Indonesia. Namun bermodal kekompakan tim, Persik justru berhasil menjungkalkan tim-tim hebat dalam perjalanannya mengarungi kompetisi. Dengan pendekatan seperti itu, gelar juara liga pun mulai dihubung-hubungkan dengan Persik.

[irp]

Pada akhirnya, “tim kampung” itu pun benar-benar berhasil meraih gelar juara. Macan Putih, julukan Persik Kediri, unggul lima angka dari PSM Makassar yang berada di peringkat kedua (saat itu Liga Indonesia sudah menggunakan format yang berbeda dengan sebelumnya di mana kompetisi berjalan penuh dalam satu wilayah).

Pasca raihan gelar tersebut, Persik Kediri bukan lagi “tim kampung” seperti apa yang pernah dikatakan oleh Pelatihnya kala itu, Jaya Hartono. Mereka kemudian menjadi salah satu tim besar di Indonesia. Banyak pemain bagus bergabung bersama Persik pada musim-musim berikutnya, dan gelar juara liga pada tahun 2006 adalah salah satu bukti kebesaran Persik pada saat itu.

5. Persekabpas Pasuruan Mengakhiri Perjalanan Tim Raksasa Persija dan PSM Makassar Lebih Awal di Liga Indonesia Musim 2006/2007.

Ketika cerita tentang kehebatan Persik Kediri pada tahun 2003 belum lah habis, Persekabpas Pasuruan, klub asal “kampung” lainnya, berhasil mencapai prestasi terbaiknya di sepanjang keikutsertaannya di Liga Indonesia tiga tahun setelahnya. Saat itu, Persekabpas Pasuruan berhasil mencapai babak semifinal Liga Indonesia.

Dengan gaya menyerang yang menghibur penonton, Persekabpas Pasuruan tidak hanya merepotkan tim-tim mapan di Wilayah Satu Liga Indonesia 2006, Persekabpas juga berhasil lolos ke babak delapan besar. Menariknya, tergabung bersama Persmin Minahasa, Persija Jakarta, dan PSM Makassar, tim-tim yang notabene mempunyai materi lebih bagus daripada mereka, Persekabpas Pasuruan tak mengubah gaya mainnya di babak delapan besar. Dan hal itulah yang kemudian membuat Persekabpas berhasil menjadi juara grup tanpa sekalipun menerima kekalahan, sekaligus mengakhiri perjalanan Persija Jakarta dan PSM Makassar di Liga Indonesia musim 2006.

[irp]

Kecepatan Siswanto dan M. Kasan Soleh, duet wing-back Persekabpas, nyaris tak terbendung di babak delapan besar. Sementara Zah Rahan Krangar menjadi pemain paling menonjol menyoal kreativitas, Ahmad Junaedi dan Alfredo Figueroa, duet penyerang Persekabpas, tahu betul kapan waktu yang tepat untuk mencetak gol-gol krusial untuk timnya.

Sayangnya, gaya bermain Persekabpas sudah dipahami betul oleh PSIS Semarang, lawan mereka di babak semifinal. Setelah unggul cepat melalui gol Imral Usman, PSIS Semarang memilih untuk bertahan di sepanjang pertandingan. Mereka bertahan dengan penuh konsentrasi dan kedisiplinan. Gaya menyerang Persekabpas berhasil diredam, dan mereka akhirnya harus menyerah dari PSIS Semarang. Bersamaan dengan kekalahan tersebut, kejutan yang diperlihatkan Persekabpas di sepanjang musim pun ikut berakhir.

Exit mobile version