Site icon Vivagoal.com

Obrolan Vigo: Jadi Kiper Terbaik Dunia, Tanti Aguri Buffon

Buffon

VivagoalBerita Bola – Gianluigi Buffon tak pernah menyangka akan menjadi penjaga gawang terbaik di dunia. Diawal perkenalannya dengan sepak bola, Buffon kecil memasuki akademi Parma. Disana Ia memilih menjadi seorang penyerang, namun kariernya sebagai bomber tak berkembang dengan baik.

Kariernya sebagai penjaga gawang dimulai  saat pelatih akademi Parma saat itu, memilih Buffon untuk menjadi kiper karena dua rekannya yang berposisi sebagai kiper dibekap cidera. Dipilihnya Buffon bukan tanpa alasan, Buffon kecil yang sudah memiliki postur tinggi dianggap cocok menjadi kiper.

Keputusan yang awalnya  terkesan dadakan dan coba-coba itu justru menjadi awal dari karier Buffon. Penampilan Buffon kecil sebagai penjaga gawang terus berkembang dan menanjak. Sampai pada akhirnya Gigi – panggilan Buffon- dipromosikan ke tim senior Parma sebagai penjaga gawang potensial.

Musim debutnya di tim senior Parma, Ia memang hanya tampil sebanyak 9 kali. Tetapi kala itu Ia sudah mulai memberikan  “ancaman” bagi penjaga gawang utama, Luca Bucci.

Dalam satu kesempatan wawancara, Buffon pernah berbicara bahwa ada satu sosok penjaga gawang yang menjadi inspirasinya, yaitu Thomas N’Kono, mantan Kiper Tim Nasional Kamerun, tahun 1990-an.

“Saya terinspirasi oleh N’Kono. Saya dulu adalah seorang striker sampai umur 13 tahun. Hingga suatu hari saya diminta untuk mengawal gawang dan beruntung bermain bagus kala itu,” ujarnya seperti dikutip The Guardian.

Menggeser Seniornya di Bawah Mistar

Salah satu kejadian bersejarah bagi Gianluigi Buffon adalah saat menjaga gawang Parma melawan AC Milan pada 19 November 1995. Kala itu, AC Milan sedang mendominasi sepakbola Italia dan diisi oleh pemain-pemain bintang macam, Roberto Baggio, Zvonimir Boban, sampai George Weah.

Meski pertandingan sendiri berakhir 0-0, tetapi penampilannya kala itu mengejutkan publik sepak bola Italia. Karena seorang remaja berhasil  menahan gempuran para pemain bintang AC Milan dengan cekatan.

Konsistensi dan ketangguhannya menjadi bencana bagi Luca Bucci yang terpaksa harus pergi dari Ennio Tardini. Seiring waktu berlalu, penampilan Gianluigi Buffon pun semakin matang dan terus terasah. Ia menjadi rebutan banyak tim-tim raksasa, yang ingin tembok pertahanannya dihuni oleh si superman.

Tepatnya pada 2001, Buffon memutuskan untuk menerima pinangan salah satu raksasa liga italia, Juventus. Transfernya saat itu menjadi sorotan publik Italia maupun dunia.

[irp]

Kala itu,  mahar transfer yang Parma terima cukup fantastis, Rp 894 miliar. Tak mengherankan memang,  Juventus kala itu baru saja mendapat dana segar dari Real Madrid karena transfer Zinedine Zidane, yang juga menjadi transfer termahal.

Kedatangan Buffon ke Delle Alphi, kembali harus memakan korban. Kiper utama Juventus, Edwin Van Der Saar terpaksa angkat kaki dengan menandatangani kontrak bersama Fulham. Van Der Saar mengaku mensyukuri keputusannya pindah ke Fulham. Menurutnya, kehadiran Buffon akan sangat sulit tergantikan.

“Saya senang dan lega telah menandatangani kontrak dengan Fulham. Saya memiliki waktu yang sulit di Juventus karena mereka mendatangkan Gianluigi Buffon.  Sulit untuk menyingkirkan dia,” ucapnya dikutip dailymail.

Loyal Pada Si Nyonya Tua

Keharmonisan Juventus dan Buffon pun terus berlanjut sampai belasan tahun. Pasang surut prestasi Juventus telah Ia rasakan. Bahkan ketika Juventus terkena skandal Calciopoli dan harus turun kasta ke Serie-B, kesetiaan Buffon pada Si Nyonya Tua tak pernah luntur.

Ia bersama para pemain senior kala itu seperti, Del Piero, Pavel Nedved, dan David Trezeguet bahu-membahu untuk kembali memulihkan nama Juventus sebagai tim besar di Italia.

Selama 17 tahun membela Juventus, posisinya sebagai penjaga gawang utama tak pernah tergusur. Meski tak jarang Juventus memiliki kiper muda potensial yang digadang-gadang akan menggantikan Buffon.

[irp]

Nyatanya Buffon selalu menjadi kiper utama. Nama-nama macam Fabio Carini, Carlo Pinsoglio, Antonio Mirante, hingga Neto tidak mampu menggeser Buffon sebagai kiper nomor satu La Vechia Signora.

Begitu pun di timnas Italia. Buffon begitu dominan menjaga gawang  tim azzuri hingga memiliki total 176 penampilan. Kiper-kiper seperti Gianluca Pagliuca, Angelo Peruzzi, Francesco Toldo, Christian Abbiati, hingga Claudio Marchetti tak mampu menggeser ketangguhan Buffon.

Tercatat selain Piala Eropa 2000 dan Piala Dunia 2010, gawang timnas Italia tak pernah absen untuk dijaga oleh Buffon dalam berbagai ajang internasional.

Bermain di Lintas Generasi

Bermain hingga umur 40 tahun, tentu tak mudah bagi seorang Buffon. Ia merupakan pemain lintas generasi yang masih aktif hingga hari ini.

Tak hanya fisiknya yang mungkin sedikit menurun dibandingkan semasa muda. Tetapi secara psikologis Buffon pernah merasa Ia harus segera pensiun. Para pemain yang di masa mudanya menjadi lawan maupun kawan, di waktu sekarang ini tidak jarang mulai menurunkan warisan nama belakang mereka sebagai pesepakbola.

Pemain seperti Enrico Chiesa ataupun Lilian Thuram tentu sangat akrab dengan Buffon baik semasa di Parma maupun saat harus menjadi lawan. Selain Chiesa dan Thuram, Buffon menjadi bagian dari generasi emas Parma pada medio 90an.

Kala itu Parma dihuni oleh Hernan Crespo, Gianfranco Zola, dan Fabio Cannavaro. Mereka berhasil memberikan gelar UEFA Cup 98/99 untuk Parma dengan mengalahkan Marseille.

Dari sekian banyak rekan nya di masa lalu, mungkin saat ini hanya Buffon lah yang tersisa sebagai pemain aktif. Memang bukan pertama kalinya seorang kiper Italia tetap bermain hingga 40 tahun.

Sebelumnya ada Dino Zoff yang juga bermain sampai usia uzur. Tetapi Buffon mengakui bahwa kondisi tersebut hampir membuatnya berpikir untuk pensiun, tepatnya di musim 16/17.

Jika biasanya para pemain seangkatannya akan bertemu dengan anak temannya sebagai pelatih – pemain. Tidak berlaku bagi Buffon. Kala itu Buffon kembali akan melawan seorang bernama Chiesa dengan kostum kebesaran Fiorentina. Tetapi dia adalah sang anak Federico Chiesa.

Hal itu yang diakui sempat membuatnya mempertimbangkan opsi pensiun. Ia menjadi salah satu pemain yang bias berhadapan dengan dua generasi berbeda. Dalam hal ini adalah ayah-anak.

“Kali pertama saya bertemu Chiesa, saya langsung tersadar jika usia ini sudah tidak muda lagi. Dia anak dari Enrico Chiesa, dan membuat saya terpikirkan untuk pensiun di musim itu,” Kenang Buffon.

Bukan Buffon jika karena hal seperti itu akan menyerah begitu saja. Ia menjadikan hal tersebut justru sebagai motivasi tambahan di kala usia nya yang sudah tidak terlalu muda sebagai pemain muda.

“Tapi, saya kemudian berpikir jika tubuh ini masih bisa bersaing melawan anak Chiesa. Dan itu saya anggap sebagai sebuah anugerah dalam kehidupan ini. Itu hal yang membuat saya lebih muda lagi,” jelas Buffon.

Tidak hanya sekali Buffon bertemu dengan anak dari kawannya di lapangan. Ketika Ia bergabung dengan PSG. Buffon menjadi rekan setim dengan anak dari seorang mantan pemain di Serie A, George Weah, yaitu Timothy Weah.

Jika dizaman dahulu Buffon bersaing  dengan menjaga gawang dari gempuran George Weah. Ia sempat bahu membahu berada dalam posisi menyerang-bertahan dalam satu tim kala itu.

Ketika PSG menghadapi Guingamp, pada Agustus tahun lalu, Buffon kembali dipertemukan dengan anak salah satu mantan koleganya di Juventus dan Parma yaitu, Marcus Thuram. Berbeda dengan sang ayah yang menjadi seorang defender Handal, Marcus justru menjadi seorang ujung tombak.

Ini menjadi ketiga kalinya Buffon berada dalam satu lapangan dengan dua generasi berbeda. Meski dalam laga itu Marcus Thuram tidak bisa mencetak gol ke gawang PSG.

Kapten Terhebat

Sangat wajar jika Buffon sedari dulu hampir selalu dijadikan sebagai sosok pemimpin di dalam tim. Banyak pemain yang mengakui bahwa Buffon memang dilahirkan sebagai pemimpin. Salah satunya Zinedine Zidane.

Walaupun keduanya tidak pernah berada dalam satu tim, Zidane mengakui kepemimpinan Buffon sangat terasa diluar maupun dalam lapangan. Ia mendeskripsikan Buffon sebagai seorang pemain yang luar biasa.

“Saya pikir ini mengenai apa yang telah Ia capai. Ia terlahir menjadi seorang pemimpin. Ia telah menjadi seorang yang luar biasa selama karirnya. Ia memimpin di dalam lapangan dan kapten yang hebat,” ujar Zidane pada UEFA.com.

Kepindahannya ke PSG, memang sempat membuat banyak pihak berspekulasi mengenai alasannya. Banyak yang beropini bahwa Buffon hanya pindah karena masalah uang. Karena Ia sudah mendapatkan banyak gelar bersama Juventus dan Italia.

[irp]

Ia pun memang sempat berkelakar bahwa tidak akan pensiun jika salah satu klub, Real Madrid, Barcelona, atau PSG memintanya pindah.

“Hal pertama adalah tidak terpengaruh oleh penilaian dan idealisme orang lain. Saya tidak akan pernah melacurkan idealisme dan mimpi untuk uang. Jika memang saya melakukan itu, saya telah melakukannya sejak waktu yang lama,”ucap Buffon dilansir melalui Goal.com

Ia pun menambahkan bahwa mendapatkan penawaran dari klub seperti PSG ini memberikan kepuasan tersendiri untuknya. Rasa antusiasnya yang tinggi membuat Buffon selalu merasa muda. Menurutnya jika ingin tetap dalam permainan terbaik dia sama sekali tidak boleh bertingkah seperti layaknya seorang kakek.

“Saya selalu memberikan yang terbaik. Saya yakin memiliki prilaku baik dan hidup telah menghadiahkan saya bonus seperti ini,” tambahnya.

Buon Compleanno, Super Gigi

Selalu update berita bola terbaru seputar sepak bola dunia hanya di Vivagoal.com

Penulis : Irman Maulana

Editor : Dimas Sembada

Exit mobile version