Site icon Vivagoal.com

5 Fakta Kisah Perjuangan ‘Dribble Phantom’ Asal Belanda

5 Fakta Kisah Perjuangan 'Dribble Phantom' Asal Belanda

Vivagoal5 Fakta – Para fans sepakbola di dunia pasti mengenal striker fenomenal asal Belanda ini. Striker ini berjulukan Dribble Phantom. Ia adalah Marco Van Basten.

Van Basten termasuk salah satu penyerang terbaik pada era 90-an. Memiliki tubuh yang jangkung dengan ukuran 188 cm. Dirinya sering unggul dalam duel angkasa dengan pemain lawan.

Van Basten juga apik dalam menyelesaikan beberapa peluang yang ada. Banyak sekali gol spektakuler yang sering ia tunjukkan dalam pertandingan.

Terbukti, satu gelar pemain terbaik FIFA dan tiga Ballon d’Or menjadi bukti kejeniusan Marco Van Basten. Pada periode 1980 hingga akhir 1990-an, ia digadang-gadang menjadi pemain jaminan gold an trofi.

[irp]

Tim yang sukses ia kunjungi adalah Ajax Amsterdam, AC Milan, dan Tim Nasional Belanda. Dan sudah tak heran dari 373 kali bertanding, ia sudah menyarangkan gol sebanyak 277 gol.

Dengan catatan seperti itu, per laga ia memiliki prosentase mencetak gol sebanyak 74%. Ajaz nyaris selalu meraih gelar juara bersama Marco Van Basten. Entah itu dalam liga Eredivisi, KNBV Cup maupun Winners UEFA Cup.

Begitu juga, saat Van Basten membela AC Milan. Sayangnya, pada tahun 1991 ia gagal. Meskipun gagal pada tahun itu, Van Basten selalu memberikan trofi juara seperti 3 kali Juara Serie A, 2 kali Juara Super Coppa Italia, 2 kali juara Liga Champions, 1 kali juara Piala Super Eropa dan 2 kali juara Piala Interkontinental.

Di Klub AC Milan, Van Basten terbilang luar biasa karena semenjak pindah dari Ajax Amsterdam pada 1987. Namun saying, cedera pergelangan kaki menimpa pada dirinya. Pada musim pertama ia hanya mampu meraih gol sebanyak 11 laga Serie A.

Inilah 5 Fakta Kisah Perjuangan Dribble Phantom Asal Belanda.

1.Karir Terlihat Sejak Usia Dini

Marco Van Basten lahir di Utrecht, Belanda pada 31 Oktober 1964 silam. Ia adalah mantan pahlawan timnas Belanda saat negeri tersebut menjuarai ajang Piala Eropa 1988 bersama Ruud Gullit dan Frank Rijkaard. Sementara di tingkat klub, Van Basten lekat dengan Ajax Amsterdam dan AC Milan.

[irp]

Ia menggeluti dunia si kulit bundar sejak usia belia, 6 tahun. Tim pertama yang diperkuatnya yaitu UVV Utrecht selama sembilan musim dan pindah ke USV Elinkwijk. Usia 17 tahun ia mengawali karir seniornya bersama Ajax Amsterdam.

Di Ajax-lah publik mulai mengenal nama Marco Van Basten. Sang penggedor gawang lawan sekaligus pencetak gol terbanyak di Eredivisie selama empat musim berturut-turut. Tiga trofi Eredivisie dan satu Piala Winners ia persembahkan bagi Ajax.

Tahun 1987, ia terbang ke negeri pizza dan bergabung bersama salah satu raksasa Serie A Italia, AC Milan. Langkahnya terbilang tepat karena prestasi dan popularitas Van Basten kian meningkat.

[irp]

Ia mengantarkan Il Rossoneri menyabet gelarScudetto sebanyak empat kali dan trofi Liga Champions dua kali. Disini pula Swan from Utrecht memenangkan pengharagaanBallon d’Or di tahun 1988, 1989 dan 1992.

Bersama timnas, ia sukses mengantarkan de Oranje merengkuh gelar Piala Eropa di tahun 1988. Sungguh ironis, karir gemilangnya sebagai striker kelas dunia harus berakhir begitu saja. Cedera engkel yang menimpanya di tahun 1993 dan tak kunjung sembuh selama dua tahun membuatnya harus gantung sepatu di usia yang masih terbilang produktif sebagai pemain sepakbola, 30 tahun.

Selama aktif sebagai seorang pemain, Marco Van Basten telah melesakkan 218 gol dari 280 penampilannya di berbagai kompetisi kancah klub. Sedang di tingkat nasional, ia mempersembahkan 24 gol. Kini ia berprofesi sebagai asisten pelatih timnas Oranje.

2. Bintang Bola yang Haus Gol

Pemilik nama lengkap Marcel van Basten ini adalah mantan jawara lapangan hijau Belanda yang haus terhadap gol.

Salah satu striker terhebat yang pernah ada, itulah Van Basten. Striker jangkung yang satu ini terkenal unggul dalam melakukan penyelesaian. Dirinya juga acapakali mencetak gol spektakuler dengan aksi akrobatik.

[irp]

Modal skill luar biasa itu mengantarnya sukses di dua klub yang ia bela sepanjang kariernya, yakni Ajax dan AC Milan.

Van Basten belajar mengolah si kulit bundar sejak usia 6 tahun. Memperkuat UVV Utrecht dan Elinkwijk di usia belasan, Van Basten memulai karier seniornya bersama Ajax Amsterdam. Tujuh tahun bersama Ajax, Van Basten membantu merebut tiga trofi Eredivisie, dan satu Piala Winners.

Van Basten sudah akrab sekali dengan gelar top skorer. Saat di Ajax, empat musim berturut-turut dirinya menjadi pencetak gol terbanyak di Liga Belanda. Iapun meraih penghargaan Sepatu Emas musim 1985/1986, di mana ia mencetak 37 gol di 26 laga.

[irp]

Tahun 1987, Van Basten hijrah ke tanah Italia dan Milan yang jadi persinggahan selanjutnya. Popularitas dan prestasi Van Basten kian meroket. Bersama Diavollo Rosso, Van Basten empat kali merengkuh gelar Scudetto Serie A, dan dua kali mengangkat trofi Liga Champions. Saat di milan pulalah, Van Basten tiga kali menyabet gelar pemain terbaik dunia, Ballon d’Or.

Sayang, karier gemilang Van Basten harus berakhir lebih awal. Ia menyatakan pensiun dini pada 17 Agustus 1995, saat dirinya masih berusia 30 tahun lantaran dibekap cedera engkel selama dua tahun.

Selepas pensiun, Van Basten mengambil kursus kepelatihan di Asosiasi Sepak Bola Kerajaan Belanda (KNVB). Debut karier kepelatihannya dimulai di Ajax B pada musim 2003/2004.

3. ‘Phantom Dribble’ Milik Van Basten

Dalam buku Marco Van Basten era AC Milan dan Oranye, Cruyff adalah sosok paling berpengaruh dalam cara bermain Van Basten. Tidak seperti Rinus Michels atau Arrigo Sacchi yang sangat Ruud Gullit-sentris, sehingga hanya menelurkan pemahaman taktik dan memberikan gelar plus reputasi besar kepada Van Basten, Cruyff sedikit berbeda.

[irp]

Ia mewariskan seluruh pemahamannya—sebagai pemain—kepada Van Basten karena satu hal: ia melihat Van Basten adalah dirinya sendiri.

Bagi Cruyff setiap lekuk, tarian, gestur, atau gaya dribble Van Basten adalah representasi dan kebanggaan akan dirinya sendiri. Sekaligus cermin identitas soal apa dan bagaimana itu sepak bola Belanda.

Sedikit pemain yang punya gaya dribble alamiah yang begitu lembut seperti itu di era sepak bola modern. Kalau ingin sedikit memaksa, paling-paling nama Andres Iniesta yang keluar, atau kalau mau lebih sedikit ke belakang ada nama El Maestro Zinedine Zidane yang bisa jadi gambaran.

Ini bukan dribble penuh tenaga seperti Ronaldo-Brasil, ini dribble lembut dan halus namun mematikan. Seperti perbandingan antara tinju dengan wing chun. Sama-sama mematikan lawan, tapi cara yang digunakan beda.

Salah satu teknik yang sedikit banyak dibahas adalah phantom-dribble milik Toshi yang merupakan representasi dribble Johan Cruyff. Hal yang kemudian juga diwariskan juga kepada Van Basten. Sebutan “phantom” adalah julukan yang didapatkan Toshi karena ia sendiri tidak bisa menjelaskan bagaimana ia bisa melakukan dribble tersebut. Ia bahkan tidak mengerti bagaimana bek lawan tiba-tiba bisa dilewati begitu saja.

[irp]

Hal yang sama juga berlaku dengan Van Basten. Terutama ketika masih berlaga di Eredivisie. Van Basten, seperti yang digambarkan Van Herwaarden, melewati para pemain bertahan nyaris tanpa melakukan trik apa-apa. Seolah tinggal berjalan lurus saja bersama bola, tiba-tiba tiga sampai empat pemain terlewati.

Bak terbang, kaki Van Basten yang panjang seperti tidak melakukan apa-apa, sebab bolanya sendiri yang merasa enggan pindah dari kakinya. Seolah-olah bola adalah salah satu anatomi tubuh Van Basten sendiri.

Dalam komik Shoot!, Oshima, menjelaskan bagaimana “phantom-dribble” ini bisa dilakukan di dunia nyata. Hal yang barangkali juga bisa menjelaskan bagaimana dribble milik Van Basten bisa dipahami. “Phantom-dribble” adalah sebuah gocekan yang memanfaatkan ketakutan alamiah milik pemain lawan. Perasaan takut yang secara natural ada di setiap makhluk hidup—tak terkecuali para pemain sepak bola.

4. Van Basten Pernah Bekerja di FIFA

Legenda sepak bola Belanda, Marco van Basten (51), kini memiliki peran baru. Ia baru saja ditunjuk oleh FIFA untuk bekerja di bagian Pengembangan Teknis. Sebelumnya, Van Basten merupakan asisten dari pelatih tim nasional Belanda, Danny Blind.

[irp]

Jabatan itu ditanggalkan Van Basten demi mengabdi kepada FIFA. Dalam peran barunya tersebut, Van Basten bertugas mengawasi bidang teknis, seperti inovasi teknologi sepak bola dan wasit.

“Sebuah kehormatan besar bagi saya bisa diangkat untuk menjalani tugas ini,” kata Van Basten seperti dikutip situs resmi FIFA, Jumat (23/9/2016).

“Saya sangat bangga memiliki kesempatan bekerja di FIFA, yang notabene adalah rumah sepak bola dunia. Semoga saya bisa memberikan kontribusi agar sepak bola tetap menjadi olahraga nomor satu di dunia,” ucap dia.

Van Basten diangkat atas inisiatif sang presiden, Gianni Infantino. Sebagai eks pesepak bola, Van Basten dinilai pantas menangani persoalan teknis FIFA.

[irp]

Saat masih aktif bermain, Van Basten tercatat hanya memperkuat dua klub profesional, yakni Ajax Amsterdam (1981-1987) dan AC Milan (1983-1992).

Berbagai prestasi pernah direngkuh oleh Van Basten, mulai dari gelar juara Eredivisie, scudetto, Piala Champions (Liga Champions), Piala Super Eropa, dan Piala Interkontinental.

Ia juga sempat menjadi pelatih utama Belanda selama empat tahun, tepatnya pada 2004-2008. Dalam kurun waktu tersebut, Van Basten membawa Belanda menang 35 kali, 11 imbang, dan enam kalah.

“Kita harus menghargai, melindungi, dan mengembangkan sepak bola. Marco (Van Basten) tak cuma seorang legenda, tetapi juga ahli yang luar biasa,” ujar Infantino.

5. Salah Satu Pemberi Usul “VAR”

Tidak seperti sebagai pemain, karir kepelatihan Van Basten kurang bersinar. Di Ajax, Heerenveen, hingga AZ Alkmaar, tak ada satu pun kesebelasan yang berhasil diantarnya menjadi juara. Hanya saat di Heerenveen ia berhasil mencatatkan poin terbanyak dalam sejarah klub, walau hanya menempati posisi lima.

Bahkan tampaknya Van Basten menyadari kemampuan taktisnya tak sebaik kehebatannya bermain. Alih-alih membantu sepakbola Belanda yang sedang krisis prestasi, ia lebih menerima tawaran dari FIFA sebagai Direktur Teknik. Padahal saat itu ia tengah menjabat asisten pelatih Timnas Belanda yang dilatih Danny Blind.

[irp]

“FIFA menawari saya sebuah kesempatan untuk mengembangkan dan mereformasi sepakbola. Mereka sedang berupaya memperbarui dan mereformasi sepakbola dan membutuhkan ide serta pandangan saya terkait aturan, regulasi, dan program kerja,” tulis Van Basten dalam pernyataan resmi hijrahnya ke FIFA, yang dimuat di laman KNVB.

Posisinya di FIFA membuatnya bisa mengajukan inovasi-inovasi di sepakbola. Ia pernah mengusulkan penghapusan offside, yang sampai saat ini masih menjadi wacana. Tapi salah satu usulnya yang mampu mengubah sepakbola adalah penggunaan Video Assistant Referee alias VAR.

“Strategi ini [penerapan VAR] bertujuan mengingatkan kembali keadilan dan integritas pertandingan, membuat pertandingan bisa diakses oleh siapa saja lewat penggunaan teknologi. Sejak disetujui, fokus VAR adalah meningkatkan perilaku dan rasa hormat pemain, dan tentu saja agar pertandingan tetap berjalan atraktif,” kata Van Basten pada situs FIFA dalam rencana penerapan VAR.

[irp]

VAR pun akhirnya digunakan di Piala Dunia 2018 dan beberapa liga Eropa, salah satunya La Liga. Van Basten mewujudkan ambisinya: mereformasi sepakbola. Tapi pada pertengahan Oktober 2018 ini, ia akhirnya memutuskan untuk berhenti dari jabatan Direktur Teknik FIFA agar bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama keluarga.

“Setelah dua tahun yang baik dan menarik, saya memutuskan untuk mengakhiri tugas saya di FIFA, terutama untuk dapat menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga saya di Amsterdam,” ujar Van Basten dikutip Voetbal International. Ini artinya, baik sebagai pemain, pelatih maupun pejabat FIFA, karier Van Basten kembali tak berlangsung lama.

Exit mobile version