Site icon Vivagoal.com

Analisa Vigo: Chelsea vs Barcelona 2004/05: Pertarungan Pikiran dan Ancaman Pembunuhan Buatan Jose Mourinho

Analisa Vigo: Chelsea vs Barcelona 2004/05: Pertarungan Pikiran dan Ancaman Pembunuhan Buatan Jose Mourinho

Sumber: We Ain't Got No History

VivagoalBerita Bola – Jika berbicara mengenai Liga Champions 2004/05, tentu kita akan selalu ingat final menakjubkan antara Liverpool FC dan AC Milan. Namun, ada satu pertandingan yang menarik untuk diingat, yakni Chelsea FC vs FC Barcelona.

Pertandingan antara Liverpool melawan AC Milan di final Liga Champions 2004/05 memang menjadi salah satu laga paling bersejarah dalam dunia sepakbola. Bagaimana tidak, pertandingan yang dilaksanakan di Istanbul, Turki, 25 Mei 2005 tersebut penuh akan drama.

AC Milan sudah unggul 3-0 di babak pertama lewat gol Paolo Maldini (1’) dan Hernan Crespo (39’ dan 44’). Namun, itu semua berubah di babak kedua ketika The Reds mampu menyeimbangkan kedudukan lewat Steven Gerrard (54’), Vladimir Smicer (56’), dan Xabi Alonso (60’). Alhasil, Liverpool sukses menjadi juara usai menang di adu penalti dengan skor 3-2.

Namun, ada satu pertandingan yang akan selalu diingat oleh para fans Barcelona, yakni melawan Chelsea di babak 16 besar. Kala itu, Barcelona harus takluk dengan skor agregat 4-5 atas The Blues.

Laga ini sejatinya diprediksi akan dimenangi oleh Barcelona. Pasalnya, di musim tersebut, Blaugrana tampil sangat mengesankan. Di bawah asuhan Frank Rijkaard, Barcelona menjadi salah satu tim yang menarik untuk disaksikan.

Taktik ternama yaitu Tiki-Taka memang muncul berkat Pep Guardiola. Tetapi, taktik tersebut tidak akan bisa sempurna jika bukan berkat Rijkaard.


Baca Juga:


Saat itu, Barcelona diisi oleh bintang-bintang seperti Victor Valdes, Carles Puyol, Xavi Hernandez, Deco, Andres Iniesta, Samuel Eto’o, Ronaldinho, Lionel Messi, dan masih banyak lagi.

Berkat permainan yang menawan, pemain-pemain hebat, serta otak Rijkaard, banyak yang beranggapan jika Barcelona bisa menjadi juara Liga Champions musim itu. Namun, semua itu hancur akibat Chelsea buatan Jose Mourinho.

Jose Mourinho adalah pelatih perdana yang didatangkan Roman Abramovich usai dia mengakuisisi Chelsea pada 2003. Sebelumnya, Chelsea berada di bawah naungan Claudio Ranieri, namun akibat gagal menjuarai Liga Inggris di musim 2003/04, Abramovich sepakat untuk merekrut Jose Mourinho dari F.C. Porto.

Sumber: Bolaskor

Menurut laporan These Football Times, sejatinya Abramovich berniat untuk mendatangkan Rafael Benitez. Namun, kharisma serta prestasinya bersama Porto meluluhkan hati Abramovich.

Abramovich yakin Chelsea bisa menjadi tim besar jika di bawah asuhan Jose Mourinho. Pasalnya, Mourinho memiliki karakter yang keras, tajam, serta tegas, dan itu yang dibutuhkan Chelsea.

Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 21 pemain dilepas oleh Jose Mourinho di awal kedatangannya, termasuk Jimmy Floyd Hasselbaink dan Juan Sebastian Veron. Lalu, ia merekrut 11 pemain anyar yaitu Didier Drogba, Ricardo Carvalho, Paulo Ferreira, Arjen Robben, dan lain-lain.

Berkat taktik bertahannya, Chelsea berhasil melangkah ke babak 16 besar Liga Champions dengan status sebagai juara grup H dengan 13 poin. Di babak 16 besar, ia sudah ditunggu oleh Barcelona yang lolos sebagai runner-up grup F.

Sumber: FC Barcelona

Leg pertama kedua tim dilaksanakan di Camp Nou, 24 Februari 2005. Barcelona yang bermain di hadapan publik tentu ingin meraih kemenangan. Namun, Mourinho datang tidak hanya dengan skuad terbaiknya, melainkan pikirannya yang licik.

Dalam konferensi pers jelang laga, Mourinho memberikan tanggapan kritis kepada Frank Rijkaard. Ia mengatakan jika dirinya lebih baik daripada Rijkaard dalam hal trofi.

“Saya telah memenangkan banyak trofi. Sedangkan, Rijkaard belum pernah meraih satupun,” ucap Mourinho.


Baca Juga:


Selain itu, Mourinho juga mengumumkan 11 pemain yang akan ia turunkan di leg pertama saat konferensi pers dan memprediksi tim lawan. Berbeda dari Mourinho, Rijkaard justru mengatakan bahwa dia adalah pelatih hebat yang bisa buat Chelsea sangat bagus.

Mourinho nampaknya sudah memprediksi gaya bermain Barcelona dengan cara bertahan dan menunggu serangan balik cepat. Benar saja, pada menit ke-33, Chelsea berhasil unggul terlebih dahulu lewat gol bunuh diri Juliano Beletti usai dirinya gagal membuang bola umpan Damien Duff.

Sayangnya, taktik Mourinho untuk meredam serangan Barcelona dan melancarkan serangan balik cepat hancur. Di menit ke-56, Didier Drogba mendapatkan kartu kuning kedua usai melakukan tackle ke Victor Valdes.

Unggul jumlah pemain membuat Barcelona melakukan serangan yang lebih keras lagi. Alhasil, Maxi Lopez dan Eto’o mampu mencetak gol dan membawa Barcelona menang dengan skor 2-1.

Pada saat konferensi pers pasca laga, Jose Mourinho melayangkan kekesalannya kepada Drogba. Namun, yang menarik adalah ketika ia mempertanyakan aksi Rijkaard yang bertemu dengan wasit pemimpin pertandingan, Anders Frisk, saat turun minum.

Bahkan, Mourinho dan Chelsea melayangkan keberatan kepada UEFA selaku badan tertinggi sepakbola Eropa. Padahal, Rijkaard mempertanyakan keputusan wasit mengenai gol pertama Chelsea yang ia anggap Duff telah masuk ke dalam posisi offside.

Ucapan Mourinho mengenai Anders Frisk berujung pada ancaman pembunuhan yang dilayangkan kepadanya. Alhasil, beberapa pekan kemudian, Frisk pensiun sebagai wasit dan UEFA mengecap Mourinho sebagai ‘musuh dari sepakbola’.

Sumber: 90min

Tensi panas yang terjadi di leg pertama menjadi bumbu di leg kedua. Perang pikiran yang dilakukan Mourinho terlihat berhasil di leg kedua yang dilaksanakan di Stamford Bridge, 9 Maret 2005.

Meskipun tidak diperkuat Drogba, namun Chelsea beruntung karena pemain-pemain mereka tampil brilian di laga ini. Mourinho juga menggunakan formasi yang menyerang, berbeda dari yang sebelum-sebelumnya mereka tampilkan yaitu bertahan.


Baca Juga:


Menggunakan formasi 4-4-2, Mourinho menduetkan Eidur Gudjohnsen dan Mateja Kezman di lini depan. Dengan performa apik Lampard, Chelsea berhasil unggul tiga gol dalam kurang dari 20 menit lewat Gudjohnsen (8’), Lampard (17’), dan Duff (19’).

Barcelona sempat hampir menyamakan kedudukan usai Ronaldinho mencetak dua gol di menit ke-27 dan 38. Namun, John Terry berhasil menambah keunggulan di menit ke-76, dan membawa Chelsea menang dengan skor 4-2.

Berbeda dari leg pertama, di konferensi pers pasca laga Mourinho justru tidak melayangkan pernyataan yang menyerang Barcelona. Bahkan, dirinya yang pernah menjadi asisten pelatih Sir Bobby Robson di Barcelona era 90-an berharap Blaugrana bisa menjuarai LaLiga musim itu.

Terlepas dari harapan itu, Mourinho menegaskan jika dirinya adalah pribadi yang pintar bermain pikiran, membentuk tim yang hebat, dan membuktikkannya lewat gelar. Alhasil, ia sukses menjuarai Liga Inggris dan Carling Cup (sekarang Carabao Cup) di musim pertamanya.

Selalu update berita bola terbaru seputar sepakbola dunia hanya di Vivagoal.com

Exit mobile version