Vivagoal – Serie A – Andrea Pirlo diklaim bakal mengembalikan gaya bermain Juventus yang tak hanya piawai secara teknik tetapi juga dinamis. Namun pada kenyataannya, perubahan yang dibawanya tak jauh berbeda dengan Maurizio Sarri.
Pirlo ditunjuk jadi pelatih Juventus menggantikan Maurizio Sarri yang dipecat usai kalah di babak 16 besar Liga Champions kontra Olympique Lyon musim kemarin. Andrea Pirlo dipilih tanpa alasan yang jelas dan hanya bermodalkan firasat bahwa ia akan mencapai level top sebagai pelatih mengingat ia sama sekali belum punya pengalaman apapun sebagai juru taktik tim.
Pirlo diharapkan bisa mengembalikan gaya bermain Bianconeri yang proaktif dengan 11 pemain aktif dalam fase menyerang dan bertahan. Dua hal itu disebut-sebut mulai luntur di era Maurizio Sarri yang banyak mengadopsi permainan pragmatis dengan Cristiano Ronaldo sebagai pusatnya.
Ekspektasi tersebut sempat terasa di dua laga awal Pirlo, yakni saat mengalahkan Novara di laga pramusim dengan skor 5-0 dan melibas Sampdoria 3-0 di pekan pertama Serie A Italia.
Di kedua laga tersebut, Bianconeri bisa mencatatkan rata-rata 23 percobaan dengan melepaskan 700-an umpan yang persentase keberhasilannya mencapai rata-rata 91 persen plus membukukan ball possesion rata-rata sebesar 68,5 persen.
Namun seiring berjalannya waktu, jangankan permainan proaktif, Juventus-nya Pirlo malah mulai kesulitan meraih kemenangan. Hal tersebut sangat terlihat dalam 12 pertandingan yang sudah dimainkan di semua ajang musim ini, dimana Juan Cuadrado dkk baru bisa tujuh kali meraih kemenangan, sisanya lima hasil imbang dan sekali kalah.
Harder.Better.Faster.Stronger.#JuveUCL #ForzaJuve pic.twitter.com/GkjbXnluvL
— JuventusFC 🇬🇧🇺🇸 (@juventusfcen) December 1, 2020
Menurut Marca, sangat jelas terlihat bahwa Juventus yang sekarang tidak memainkan sepakbola yang bisa mencerminkan bahwa Pirlo penganut sepakbola yang dinamis dengan manuver ofensif sebagai fokus utamanya seperti yang disampaikannya sesaat sebelum ditunjuk jadi pelatih Juve.
“Pengembangan offensive kami akan bekerja dalam dua kecepatan. Di belakang adalah menunggu dan bersiap, sementara di depan akan cepat dan menuju ke gawang setelah ada umpan kunci yang membebaskan pemain ke belakang.”
“Dalam fase menyerang, kami tidak akan punya pemain yang statis melainkan para pemain harus mencari posisi dan pergerakan demi memenuhi prinsip menyerang tim. Pergerakannya tidak kaku, akan ada rotasi, misalnya para bek pinggir bisa mengambil posisi melebar dan para pemain sayap masuk ke area penyelesaian akhir.”
Baca Juga:
- Musim Masih Panjang, AC Milan Haram Bicara Scudetto
- Monchengladbach Jadi Penentu Nasib Conte dan Inter Milan
- Ronaldo Absen, Ada yang Salah di Tim Juventus
- Ronaldo dan Messi Sudah Se-Level dengan Maradona?
Permainan Si Nyonya Tua masih jauh dari ekspektasi, dan masih bertumpu pada satu sosok yakni, Cristiano Ronaldo. Pirlo seperti Sarri yang selalu berharap Ronaldo bisa membuat perubahan di lapangan dan memenangi pertandingan seorang diri.
Jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya tidak ada alasan kuat dibalik pemecatan Sarri. Buktinya Juventus tetap bisa memenangi gelar scudetto dengan mencetak total 100 gol di semua ajang kompetisi musim kemarin dan memiliki persentase kemenangan mencapai 66,6 persen. Eks pelatih Chelsea itu hanya tidak beruntung karena sudah tersingkir di babak-babak awal Liga Champions.
Selalu update berita bola terbaru seputar Serie A hanya di Vivagoal.com