Vivagoal – Berita Bola – Jamie Vardy membuktikan jika mimpi bisa diraih meski telat sekalipun. Ia sukses mematahkan stigma jika pesepakbola tier bawah nyatanya masih mampu untuk bersaing di kasta teratas sepakbola Inggris.
Jamee Richard Gill, nama lahir Vardy, lahir pada 11 Januari 1987 di Sheffield, Inggris. Sebagai akamsi, ia memiliki kans untuk memperkuat tim akademi dari dua tim terbesar di Sheffield, Sheffield United dan Wednesday. Pilihan pun jatuh kepada tim yang disebut kedua.
Namun di tim asal Selatan Yorskhire karirnya tak berjalan baik. Vardy dilepas kala usianya baru menginjak 16 tahun lantaran tubuhnya dirasa terlalu kecil. Ia pun melanjutkan karir di tim tier bawah Stockbridge Park Steel, yang masih berada di kampung halamannya. Sang pemain catatkan debut di tahun 2007 dan mendapatkan bayaran 30 paun per pekan, setara dengan Rp 582 ribu per pekan.
Pendapatan tersebut terbilang lumayan kecil untuk pesepakbola. Dalam sebulan, ia hanya menerima pendapatan Rp 2,3 Juta. Angka tersebut kurang lebih sama dengan UMP Jakarta di tahun 2013 lalu. Namun Vardy tak menyerah dengan keadaan. Ia semapt mencari sampingan dengan menjadi buruh pabrik karbon.
Di tahun 2010, kala Wayne Rooney masih berjaya bersama Man Untied, Vardy baru ditransfer ke Halifax dengan mahar 15 ribu paun, setara Rp 291 Juta. Ia pun tampil impresif dengan Halifax dan membayar mahar tersebut dengan menjadi pencetak gol terbanyak Northen Premier League 2010-11.
Karirnya kembali membaik kala memperkuat Fleetwood Town di musim panas 2011. Naluri mencetak golnya masih terjaga. Ia mampu hantarkan tim promosi ke divisi empat dengan total gol di sepanjang musim mencapai 34 buah dari 40 laga yang dimainkan.
Baca Juga:
- Obrolan Vigo: Jan Oblak, Benteng Kuat yang Awalnya Diragukan
- Obrolan Vigo: Toni Kroos, Metronom dari Jerman
- Kilas Balik Perjalanan Sepakbola Dunia dalam Kaleidoskop 2021
- Obrolan Vigo: Jangan Pernah Berharap Apapun pada West Ham United
Semusim berselang, Vardy pun membuat rekor sensasional. Ia ditransfer ke Leicester City dengan mahar 1 juta paun. Angka tersebut membuatnya menjadi transfer pemain non liga termahal yang pernah dilakukan di sepakbola Inggris. Ia cepat membangun chemistry dengan tim anyarnya. Vardy memang merupakan sosok yang humoris sehingga kehadirannya di ruang ganti bisa mencairkan suasana.
Namun di musim perdananya bersama the Foxes, Vardy harus menerima kenyataan pahit. Ia hanya mampu sumbangkan lima gol dan empat assist dari 29 laga yang dimainkan. Melempemnya performa sang pemain mampu dibalas di musim kedua. Vardy sanggup bukukan 16 gol dari 41 laga sekaligus membawa Leicester promosi ke Premier League.
Dongeng manis Vardy bersama Leicester kembali berlanjut. Dua musim pasca promosi, the Foxes asuihan Claudio Ranieri sukses mengangkai tim-tim besar Inggris dengan menjuarai Premier League di musim 2015-16 lalu. Ada tiga sosok kunci yang menjadi aktor juaranya the Foxes, Riyad Mahrez, Jamie Vardy dan N’Golo Kante.
Bertahan Setia dan Menjadi Panutan
Seperti yang sudah-sudah, pemain bintang yang bersinar di tim kelas menengah biasanya goyah kala diberikan tawaran memperkuat tim yang lebih besar. Gaji besar serta bisa menikmati manisnya malam-malam di kompetisi Eropa setiap tahunnya membuat Mahrez dan Kante hengkang. Mahrez pergi ke Manchester City sementara Kante merapat ke Chelsea. Vardy? Bertahan di Leicester.
Semusim pasca ditinggal serangkaian bintangnya, Leicester porak-poranda. Vardy bahkan tak mampu berbuat banyak bagi timnya semusim pasca Foxes menjadi juara, produktivitasnya menurun. Leicester tercecer di papan bawah. Claudio Ranieri pun harus dipecat.
Vardy sejatinya bisa saja hengkang ke tim lain. Arsenal dan Real Madrid, dua tim besar Eropa menaruh minat kepadanya. Namun Vardy putuskan bertahan kala rekan-rekannya yang lain memilih untuk angkat kaki dari King Power Stadium. Ia merasa menolak Arsenal adalah keputusan termudah dalam karirnya lantaran merasakan atmosfer yang luar biasa di Leicester.
“Bukan masalah, yang mereka menangkan bukanlah Liga Premier Inggris. Bagi saya sangat mudah untuk menolak Arsenal. Saya melihat tim ini [Leicester] dan hanya ada satu jalan bagi kami, maju menjadi lebih baik lagi,” ungkapnya kepada Talksport, beberapa waktu lalu.
Vardy pun putuskan bertahan di Leicester sejak membawa tim menjadi juara. Konsistensi mencetak gol masih tetap ia tunjukan meski jumlah golnya tak selalu sama di setiap tahun. Meski Leicester kerap mendatangkan berbagai penyerang lain macam Kelechi Ihenacho hingga Patson Daka, nama Vardy masih berada dalam skuat.
Baca Juga:
- 5 Fakta Jordi Amat, Calon Pemain Naturalisasi Timnas Indonesia
- 5 Fakta Ragnar Oratmangoen, Calon Pemain Naturalisasi Indonesia
- 5 Fakta Pesepakbola Top Premier League yang Absen Karena Piala Afrika 2022
- 5 Fakta Pemain Termahal di Bursa Januari
Musim lalu, ia sempat hantarkan tim mendulang double winners kala Foxes mendulang Piala FA dan Community Shield. Catatan tersebut melengkapi gelar domestiknya bersama Foxes, minus Piala Liga. Saat ini, Vardy, 35 tahun memang kerap tereduksi perannya sebagai juru gedor. Namun bukan berarti hal tersebut membuatnya tak bisa berbuat banyak.
Menukil laman transfermakrt, musim ini ia masih memiliki peran bagi tim. Vardy masih mampu mendulang 11 gol dari 22 laga. Total, ia sudah memainkan 274 laga dan mendualng 158 gol serta 62 assist bagi Leicester. Catatan tersebut masih akan bertambah mengingat ia masih memiliki kontrak hingga semusim ke depan.S
Sikap pantang menyerah yang ditunjukan Vardy di lapangan sekaan menampar mereka yang menyerah terhadap mimpinya. Vardy mampu merangkak dari pemain yang sempat mentas di divisi 8 Inggris untuk menjadi juara Premier League dan sempat mentas di Liga Champions. Rasanya, julukan from zeto to hero tak berlebihan jika disematkan kepadanya.
Happy Birthday, Jamie!
Selalu update berita bola terbaru seputar sepak bola dunia hanya di Vivagoal.com