Site icon Vivagoal.com

Obrolan Vigo: Tembok Pertahanan Asal Tengah dan Selatan Italia

Nesta dan Cannavaro

Vivagoal Serie ASepakbola Italia terkenal dengan pertahanan yang rapat dan sulit ditembus. Berbeda dengan “parkir bus”, seni bertahan yang dimainkan oleh sepak bola Italia tidak hanya sekedar menumpuk banyak pemain di zona pertahanan.

Berbeda dengan Inggris yang mengandalkan kick ‘n’ rush, atau Brazil yang mengusung jogo bonito. Sepak bola Italia terkadang memberikan kesan lambat bahkan cenderung membosankan bagi banyak orang.

Pelatih Tim Nasional Inggris, Gareth Southgate mengungkapkan kekagumannya pada permainan bertahan Italia. Menurutnya pola permainan bertahan Gli Azzuri  memainkan pola dan taktik bertahan yang lengkap.

“Lini belakang mereka yang terbaik, mulai dari organisasi taktik dan detial penjagaan pemain,” ujar Southgate.

Setiap generasi, Italia hampir pasti memiliki sosok pemain bertahan yang disegani lawan. Mulai dari Giacinto Facchetti, Claudio Gentile, Franco Baresi, Paolo Maldini, Alessandro Nesta, Fabio Cannavaro, hingga Giorgio Chiellini.

Alessandro Nesta dan Fabio Cannavaro merupakan salah satu duet bek Italia terbaik dalam medio 90an hingga 2000an. Keduanya tak pernah sekalipun berada dalam satu klub yang sama.

Tetapi ketika membela tim nasional Italia, keduanya dapat bahu-membahu dan saling melengkapi dalam menjaga pertahanan. Lantas apa yang membuat mereka menjadi pasangan bek terbaik Italia?

Kebersamaan Sejak Usia Muda

Keduanya pertama kali dipasangkan sebagai bagian dari catenaccio-sistem pertahanan-Italia saat di Piala Eropa U-21 1996 di Spanyol. Mereka berdua menjadi pilihan utama pelatih Italia saat itu, Cesare Maldini. Bagi Alessandro Nesta, Piala Eropa junior 1996 menjadi pengalaman internasional pertamanya, sementara Cannvaro, sudah terlebih dahulu bermain dalam level tersebut dua tahun sebelumnya.

Meski begitu, Nesta mampu memaksimalkan kesempatan tersebut dengan tampil mengesankan bersama pemain lain dalam menjaga pertahanan Italia. Hasilnya, dari empat pertandingan, gawang Italia hanya dua kali dibobol oleh lawan.

Menjadi lebih spesial karenanya, Italia sukses menjadi juara dengan mengalahkan tuan rumah Spanyol melalui adu pinalti. Dimana Cannavaro pun terpilih menjadi pemain terbaik selama kompetisi.

Sejak saat itu, keduanya menjadi andalan di klub masing-masing. Nesta bersama Lazio dan Cannavaro bersama Parma. Penampilan mereka berdua pun dianggap sebagai harapan baru bagi Tim Nasional Italia.

Nesta termasuk dalam skuat Italia di Piala Eropa 1996 Inggris, tetapi tidak memainkan satu pun laga. Sedangkan Cannvaro memainkan laga debut bersama Timnas sekitar tujuh bulan kemudian. Salah satu penampilan impresifnya adalah saat melawan Inggris dalam kualifikasi Piala Dunia di Stadion Wembley.

[irp]

Salah satu striker paling berbahaya kala itu, Alan Shearer mampu mati kutu olehnya. Penampilan yang mengesankan di awal karir mereka ini, membuat keduanya masuk dalam skuat Italia untuk Piala Dunia 1998.

Di Piala Dunia 1998, keduanya kembali berada dibawah arahan seorang legenda yakni Cesare Maldini. Meski dalam formasi Italia kala itu, mereka tidak berduet secara langsung karena keberadaan pemain senior, Alessandro Costacurta dan Paolo Maldini.

Mengawali pertandingan pertama yang cukup berat melawan Chile, Keempat tembok pertahanan Italia menunjukan kekuatan mereka di pertandingan berikutnya melawan Kamerun dan Austria. Italia pun keluar sebagai juara grup B kala itu.

Berlanjut di babak 16 besar, Nesta harus rela menepi dipinggir lapangan, sehingga tempatnya saat itu digantikan oleh Giuseppe Bergomi. Hingga pada akhirnya Italia harus menyerah dari tangan tuan rumah, Prancis, yang juga menjadi juara di Piala Dunia 1998.

Meski tak menjadi juara, Cannavaro dan Nesta dirasa telah menampilkan permainan yang gemilang sebagai debutan di ajang sekelas Piala Dunia. Mereka dapat menunjukan kualitas dari pertahanan gerendel ala Italia dan menanam benih kekuatan pertahanan dan kepemimpinan Italia di masa depan. Keduanya mampu menggeser seniornya yang sarat pengalaman.

Kualitas yang Saling Melengkapi

Secara postur, Nesta memiliki postur lebih baik untuk seorang bek  dibandingkan Cannavaro. Meski berselisih jangkung 11 cm, keduanya  justru menampilkan sebuah organisasi permainan yang harmonis.

Meski memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi,  Cannvaro tak pernah menjadikan posturnya sebagai halangan. Saat menghadapi lawan yang lebih tinggi, Ia memiliki teknik tersendiri yang menjadi andalannya.

Menurutnya menjadi seorang pemain bertahan tidak harus memiliki satu tinggi badan yang menjulang. Ia menilai jika terlalu larut mempermasalahkan fisik semata, permainan seorang pemain tidak akan berkembang.

“Postur tubuh tidak pernah menjadi masalah bagi saya. Itu lebih kepada kekuatan mental dibandingkan tinggi badan. Isi kepala saya sangat kuat,” ucap Cannavaro dilansir AFP.

[irp]

Ketika berada diatas lapangan, Cannavaro dapat menutupi masalah tersebut dengan kualitas lompatan yang luar biasa. Postur pendeknya pun ditutupinya dengan kecepatan yang mumpuni. Dua hal yang akan sangat cukup dilakukan oleh seorang pemain bertahan saat merebut bola dari kaki lawan.

Berkah lain yang Ia dapatkan adalah kemampuannya dalam membaca pertandingan. Ia merasa, seorang pemain bertahan yang berkualitas mampu meengambil sebuah keputusan yang dapat menyesuaikan dengan keadaan.

“Menjadi pemain bertahan adalah soal pengambilan waktu yang tepat ketimbang tinggi badan semata. Timing adalah kunci untuk cara bermain saya. Semuanya, adalah soal pengambilan waktu yang tepat dan itu bukan sesuatu yang bisa Anda selalu pelajari. Hal ini sudah orisinal bawaan lahir,” ujarnya.

Ia terlebih dahulu akan membuat jarak sekitar 30cm dari lawan yang sedang dalam penjagaan. Ketika bola datang Ia dengan segera akan melakukan sedikit tabrakan pada lawannya. Bisa menjadi sebuah pelanggaran jika tidak memiliki timing yang tepat. Hal ini dapat berguna bahkan untuk sekedar menganggu keseimbangan lawan.

[irp]

Berbeda dengan Cannavaro, Nesta memiliki fisik yang ideal sebagai seorang pemain bertahan. Hingga kini Nesta, dikenal memiliki kemampuan yang komplit. Fisiknya yang kuat ditunjang skill dan visi yang tak kalah hebat, membuat Nesta dikenang sebagai salah satu bek terbaik sepanjang masa. Bagi Nesta, permainan bertahan merupakan sebuah seni yang dapat dihasilkannya dengan sedikit cela.

Permainan Lazio kala dilatih oleh Zdnek Zeman lah yang mengevolusi Nesta menjadi seorang Bek yang mampu bermain elegan. Tepatnya di musim 1995/96, bersama sang pelatih permainan menyerang yang diusung oleh Lazio kala itu membuat Nesta tak hanya piawai dalam menghalau atau mencuri bola dari lawan, tetapi Ia juga memiliki kemampuan untuk memulai serangan dari area bertahan melalui umpan-umpan yang Ia lesakan.

Znedek Zeman pun nampaknya sangat berpengaruh terhadap perkembangan permainan dari Nesta. Ia menyebut Zeman sukses membawa dirinya dalam dunia sepak bola Italia yang kental dengan bertahan. Menurutnya, Zeman merupakan seorang jenius yang terkadang sedikit sulit dimengerti orang lain.

“Saya tidak akan pernah melupakan siapa yang telah mengorbitkan saya dalam olahraga ini. Zeman punya peran fundamental dalam karier saya. Dia percaya pada kemampuan saya,” ujarnya.

Karir Nesta dan Canavaro

Memiliki dua pemain bertahan dengan kualitas mumpuni tentu menjadi salah satu kelebihan Tim Nasional Italia. Terutama saat menghadapi lawan yang memiliki serangan mematikan.

Jika memang membutuhkan seorang pemain bertahan yang siap bertarung dengan penyerang bertubuh besar, Nesta akan keluar sebagai penjegal. Sedangkan Cannavaro akan berada disampingnya untuk mengincar para pemain lawan yang membutuhkan kelincahan serta kecepatan.

Perjalanan karir Nesta dan Cannvaro pun sebenarnya tidak terlalu berbeda jauh. Selepas menjadi seorang “Bocah” Naples, Ia pergi menuju Utara Italia untuk memulai petualangannya di Parma.

Sedangkan Nesta, menjadi benteng andalan di ibukota Italia, bersama Lazio. Meski tidak berada dalam tim yang memiliki reputasi besar, keduanya tetap mampu memberikan gelar bagi timnya masing-masing.

Cannavaro sukses menyumbangkan trofi UEFA Cup, Coppa Italia, hingga Supercoppa Italia. Sedangkan Nesta, menjalani jalan kesuksesan bersama Lazio dengan menjadi juara di Serie A, Coppa Italia, Supercoppa Italia, Piala Winners, dan Piala Super Eropa.

[irp]

Seiring berjalannya waktu, baik Nesta maupun Cannavaro terpaksa harus angkat kaki menuju tim baru karena secara kebetulan Lazio dan Parma mengalami masalah finansial. Di musim 2002/03 keduanya resmi memiliki pelabuhan baru untuk perjalanan karirnya, yang juga memiliki kesamaan.

Keduanya menuju kota yang sama, yaitu Milan. Meski tidak dalam satu tim yang sama. Nesta menjadi tembok pertahanan, AC Milan sedangkan Cannavaro berseragam saudara mereka, Inter Milan. Mereka berdua pun sama-sama menggunakan nomor punggung 13.

Diawal petualangan mereka di Kota Milan, nasib keduanya berbanding terbalik. Di AC Milan, Nesta dengan elegan membangun tembok pertahanan kokoh bersama kompatriotnya di timnas Italia, Costacurta dan Paolo Maldini.

Saat itu lini pertahanan Milan dapat dikatakan sebagai salah satu yang terbaik di Italia, bahkan dunia. Ia pun bisa memberikan gelar mulai dari Serie A, Coppa Italia, hingga puncaknya Liga Champions Eropa 2002/03 dan 2006/07.

Sedangkan di Lombardia, Cannavaro menghabiskan sebagian karirnya disana tanpa sumbangan trofi apapun. Prestasi terbaiknya, hanya dapat membawa Il Nerrazurri runner-up  Serie A musim 2002/03.

Hanya bertahan dua musim di Kota Milan, akhirnya Cannvaro memilih untuk menyebrang ke Kota Turin bersama Il Bianconerri, Juventus. Disana Ia kembali merasakan gelar bersama klubnya. Ia bisa menyumbangkan gelar Serie A musim 2004/05 dan 2005/06. Meski pada akhirnya gelar tersebut terpaksa dicabut karena adanya skandal calciopoli.

Nesta dan Cannavaro di Timnas Italia

Selalu menjadi rival di klub, bukan menjadi hambatan saat keduanya menjadi pasangan serasi di timnas Italia. Selepas Piala Dunia 1998, Cannavaro dan Nesta bahu-membahu di jantung pertahanan Italia, dimulai dari Piala Eropa 2000.

Disana Italia hampir menjadi juara sebelum kembali menyerah di tangan Perancis lewat babak golden goal. Keduanya terus menjadi tembok utama Italia di ajang internasional lain.

Nesta dan Cannavaro termasuk dalam skuat Italia yang pergi menuju Jerman. Tetapi terjadinya calciopoli awalnya diprediksi akan membuat mental serta psikologis para pemain terganggu, utamanya duo-tembok pertahanan. Sebesar apapun pengalaman dari sang pemain, bukan berarti akan mudah bagi mereka berdua pulih secara psikologis.

Keduanya memulai perjalanan Piala Dunia 2006 dengan sempurna. Mengalahkan Ghana 2-0, sempat imbang melawan Amerika Serikat, serta mengalahkan Rep.Ceko di pertandingan terakhir fase grup.

Tetapi, penyakit lama kembali menjangkit di tubuh Italia. Asa mereka sempat meninggi karena tahu lawan berikutnya di babak 16 besar adalah Australia, yang secara kualitas diatas kertas jauh berada dibawah mereka. Seketika itu pula Tim Italia mendapati bahwa Nesta mengalami cidera, yang kemungkinan akan absen hingga akhir turnamen.

[irp]

Bukan Italia jika tidak memiliki mental pantang menyerah. Dengan dikomandoi ole Fabio Cannavaro sebagai kapten, Italia mengalahkan Australia di babak 16 besar dan Ukraina di 8 besar. Marco Materazzi tampil sebagai pengganti Nesta yang sedang didera cidera.

Di babak semi final, mereka harus berjumpa dengan sang tuan rumah, Jerman. Dalam pertandingan tersebut, Cannavaro memainkan peran penting bagi timnya. Melawan para pemain yang memiliki postur menjulang Cannavaro tak ciut, Ia membuktikan dengan postur pendek ia bisa dengan menjaga pertahanan Italia dengan baik.

Berhasil menaklukan tuan rumah, Italia dihadapkan oleh musuh lama mereka, Prancis di final. Sempat tertinggal oleh pinalti cantik Zidane. Marco Materazzi berhasil menyamakan kedudukan lewat sundulannya.

Kedua tim bermain dengan performa terbaiknya. Mereka terlibat dalam sebuah pertarungan “gila”. Meski begitu mental Italia menunjukan keperkasaannya, setelah bisa menumbangkan perlawanan Perancis lewat adu pinalti.

[irp]

Nesta memang harus menerima kenyataan yang buruk karena harus menepi hingga akhir Piala Dunia. Tapi Cannavaro bisa menggantikan perannya dengan baik. Bisa jadi, Nesta pun saat itu tidak terlalu risau karena Ia percaya dan paham siapa yang berada disampignya saat menggalang pertahanan Gli Azzuri.

Akhirnya, Italia pun dikenang sebagai Juara Dunia yang memainkan seni bertahan yang sempurna. Semakin lengkap karena Fabio Cannavaro di tahun yang sama dinobatkan sebagai pemain terbaik dunia atau Ballon d’Or yang hingga kini belum ada lagi seorang pemain bertahan yang bisa meraihnya.

Dua pemain dengan kemampuan tingkat tinggi membantu Italia meraih prestasi tertinggi dunia saat sepak bola Italia sedang membutuhkannya. Satu-satunya cacat dalam karir sepak bola Nesta, mungkin hanya cidera kambuhannya.

Bukan tidak mungkin jika Ia tak memiliki kaki yang sedikit seperti kaca, akan bersaing secara individu dengan rekannya, Fabio Cannvaro. Keduanya  merupakan yang terbaik, membuktikan semangat juang baik di klub maupun tim nasional. Saat mereka dipasangkan, lini pertahanan menjadi tak tertembus dan menampilkan sebuah kemewahan seni bertahan yang unik.

Penulis: Irman Maulana
Editor : Dimas Sembada

Selalu update berita bola terbaru seputar Serie A hanya di Vivagoal.com

Exit mobile version