5 Fakta Kesuksesan dan Kesedihan Mutiara Hitam AC Milan

5 Fakta Kesuksesan dan Kesedihan Mutiara Hitam AC Milan

Fachrizal Wicaksono - March 28, 2019
Dibaca Normal dengan Waktu Menit

2. Pemain Pro yang Jarang Disebut

Saat terakhir kali mengalami masa kejayaannya, Anda bisa bertanya kepada para penggemar AC Milan, siapa pemain yang paling memikat hati mereka. Mayoritas mungkin akan menyebut nama Andrea Pirlo, sang terbuang saat di Internazionale, yang justru menjelma menjadi sang metronom permainan Rossoneri. Atau siapa pula yang tak terkenang akan kepemimpinan Ricardo Kaka, gelandang serang elegan, yang menjadi pemenang Ballon d’Or 2007, sebelum akhirnya persembahan itu melulu didominasi Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo?

Di sektor juru gedor, Andriy Shevchenko dan Filippo Inzaghi menjadi penghias hari-hari Milanisti yang mengharap kembalinya kejayaan klub pujaan. Di aspek yang paling identik dengan tim Serie A pun, aspek pertahanan, orang akan terkenang dengan Paolo Maldini, Alessandro Nesta, serta gelandang beringas, Gennaro Gattuso.

Ada satu nama penting, yang jarang didendangkan, padahal ia menempati posisi kunci dalam trio gelandang poros permainan AC Milan. Dialah Clarence Seedorf, pemain Belanda berdarah Suriname yang juga pernah menjadi pelatih klub hitam-merah tersebut.

Seedorf mencatatkan namanya di blantika sepak bola bersama generasi emas Ajax Amsterdam yang menjuarai Liga Champions pada 1994/1995. Umurnya baru 19 waktu itu. Ditangani oleh Louis van Gaal, Seedorf menjadi poros dari tim yang terdiri dari perpaduan bakat muda dengan pemain berpengalaman seperti Frank Rijkaard.

[irp]

Sebelum malam yang menjadi kejayaan terakhir klub Belanda di Eropa tersebut, bakat Seedorf telah diendus Real Madrid empat tahun sebelumnya. Umurnya baru 15 saat itu. Menurut pengakuannya kepada FourFourTwo, keputusan tersebut ia yang ambil sendiri, tanpa ikut campur orangtuanya. Sikap yang sama dapat kita petik ketika ia terus setia membela Milan, yang ia bela selama satu dasawarsa.

Sayang, Seedorf tidak berposisi sebagai pendulang gol. Ia juga bukan bek tangguh yang siap meladeni penyerang-penyerang lawan dengan tekel-tekel keras. Seedorf terus berada di Milan, sampai klub tersebut mengalami masa-masa kelam seperti saat ini. Keputusan yang membuat namanya identik dengan penampilan loyo dan terpaan cedera.

Ia bukan Maldini, bukan Pirlo, bukan pula Gattuso. Ialah Seedorf, putra pasangan imigran Suriname yang menjadi penerus jejak Frank Rijkaard dan Ruud Gullit: darah Suriname yang menjadi pewarna sepak bola Belanda. Mengenai dua nama terakhir, tentu kita akan lagi-lagi menafikan Seedorf: kiprahnya bersama tim kincir angin tak begitu menjulang.