Vivagoal – 5 Fakta – Tim Nasional Indonesia U-19 menggeber persiapan untuk Piala Asia U-19 dan Piala Dunia U-20 2021 mendatang. Penggawa Garuda Muda diterbangkan ke Eropa bersama sang juru taktik Shin Tae-Yong.
Selain menjalani pemusatan latihan, laga uji coba melawan negara-negara tangguh digelar sejak kedatangan mereka di Kroasia. Takluk dari negara-negara Eropa hingga menahan imbang Arab Saudi dan menjungkalkan Qatar serta Dynamo Zagreb jadi pelajaran berarti bagi Witan Sulaeman dkk.
Permainan Timnas U-19 memang belum sempurna. Tapi setidaknya ada beberapa perubahan positif setelah menjalani tujuh laga uji coba berkat tangan dingin Shin Tae-Yong.
Lantas, seperti apa permainan Timnas U-19 bersama Shin Tae-Yong? Vivagoal kali ini merangkum 5 Fakta soal Timnas U-19 berkaca pada penampilan mereka selama menjalani Training Camp di Kroasia.
1.Skema 4-4-2
Selayaknya skema 4-4-2 yang kita kenal, empat bek sejajar plus empat gelandang dan dua penyerang jadi pakem Shin Tae-Yong selama menjalani beragam program Training Camp di Kroasia. Irfan Jauhari, Saddam Gaffar, dan Braif Fatari bergantian mengisi dua tempat di lini depan.
Sedangkan di lini tengah, Supriadi, Witan Sulaeman, David Maulana dan sesekali Beckham Putra dipercaya menjadi penggerak engine room. Semntara untuk lini belakang, kuartet Bagus Kahfi, Rizky Ridho, Komang Teguh dan Pratama Arhan hampir tidak tergantikan.
2. Transisi dan Kedisiplinan
Dengan skema yang diinginkan oleh Shin Tae-Yong, Timnas U-19 dituntut untuk melakukan transisi dengan sangat baik. Dimana hal tersebut menjadi ciri dalam skema 4-4-2 yang diusung.
Dengan gaya bola-bola pendek dari kaki ke kaki dan proses build up dari bawah, transisi, kedisiplinan dan pressing menjadi kunci. Bayangkan saja, ketika sedang dalam proses menyerang dan kehilangan bola, para pemain harus segera melakukan pressing dan kembali ke posisi yang semestinya.
Baca Juga:
- 5 Fakta Dibalik Gelar Liga Champions Bayern Munchen
- Obrolan Vigo: Robin Van Persie “The Flying Dutchman”
- 5 Fakta Pelatih Tercampakan Barcelona: Quique Setien
- Karakter Antarkan Evra Pada Perjalanan Karier Dramatis
Sialnya, ketika transisi tidak berjalan baik, bisa dipastikan permainan ala Shin Tae-Yong ini bakal berantakan. Begitupun ketika transisi dari posisi dari bertahan ke menyerang. Ketika semua pemain fokus defance transisi harus dilakukan secepat mungkin secara bersama-sama untuk kemudian mengalirkan bola.
Selain itu, pressing ketat di lini depan juga kerap dipetontonkan Garuda Muda saat menjalani serangkaian uji coba di Kroasia. Di beberapa laga terakhir, bahkan mereka sudah tidak canggung untuk menekan hingga ke kotak penalti lawan.
3. Double Cover
Sebagian beranggapan, formasi 4-4-2 dengan empat bek dan gelandang sejajar punya kelemahan di jarak antar lini. Namun, Shin Tae-Yong menggunakan hal ini sebagai jebakan untuk mematahkan serangan lawan.
Jebakan yang dimaksud yakni pelatih asal Korea Selatan tersebut membiarkan para pemain lawan berada di antar lini; baik depan dengan tengah maupun tengah dan belakang. Di saat yang bersamaan, ketika bola bergerak di antara lini, dua garis terdekat diharuskan melakukan pressing dengan segera.
Qatar jadi yang paling kesulitan dengan taktik ini. Para pemain Qatar yang menunggu di celah antar lini kerap kebingungan ketika mendapat tekanan dari para gelandang dan bek Indonesia dalam waktu yang bersamaan.
4. Peran Dua Penyerang
Dua penyerang Garuda Muda menunjukan peningkatan permainan yang signifikan, terutama di laga kontra Dynamo Zagreb. Meski secara textbook dua penyerang sejajar akan mudah diisolasi, namun hal itu tidak terjadi dalam pertandingan tersebut.
Salah satu dari dua penyerang, biasanya Braif Fatari, punya peran untuk menyambungkan bola dari lini tengah ke depan. Sang pemain dipaksa untuk sedikit turun ke belakang demi melancarkan proses link up.
Karenanya dengan situasi ini, dua penyerang yang aktif dan terus bergerak membuat Indonesia bisa unggul jumlah pemain kala membangun serangan. Artinya, pembagian peran dalam dua penyerang yang diturunkan jadi hal krusial dalam taktik Shin Tae-Yong.
5. Ketahanan Fisik
Dengan intensitas pergerakan tanpa bola yang amat tinggi, skema yang diterapkan Shin Tae-Yong ini bisa berantakan dengan mudah di menit-menit akhir. Laga melawan Bulgaria jadi contoh konkret ketika kekuatan fisik yang belum terbentuk, gol di menit akhir menjadi mimpi buruk.
Baca Juga:
- 5 Fakta Pelatih Tercampakan Barcelona: Quique Setien
- Obrolan Vigo: Robin Van Persie “The Flying Dutchman”
- 5 Fakta Dibalik Gelar Liga Champions Bayern Munchen
- Obrolan Vigo: Sinar Terang Sang Mantan Penyerang
Namun demikian, dalam pertandingan terakhir mereka kontra Dinamo Zagreb, para pemain dipaksa tampil dengan high intensity. Hasilnya, hingga 90 menit, Zagreb kerap kewalahan dengan pressing yang ditunjukan.
Selalu update berita bola terbaru seputar sepak bola dunia hanya di Vivagoal.com