Site icon Vivagoal.com

Analisa Vigo: Karier Marco van Basten Terbang dan Hancur di Munich

Analisa Vigo: Karier Marco van Basten Terbang dan Hancur di Munich

Sumber: UEFA

Vivagoal – Berita Bola – Tidak bisa dipungkiri, Marco van Basten adalah salah satu pemain terbaik yang pernah hadir di dunia ini. Sayangnya, kariernya sebagai pesepakbola profesional tidak berjalan lama karena hancur di Olympiastadion, Munich.

Bagi kalian pecinta sepakbola, khususnya di Eropa, tentu tidak asing dengan nama Marco van Basten. Pemain berkebangsaan Belanda ini pernah mengisi tembok kamar anak-anak remaja di Indonesia pada era 90-an.

Bagaimana tidak, Marco van Basten adalah penyerang AC Milan paling ganas di musim 1987/88 hingga 1992/93. Berdasarkan catatan Transfermarkt, van Basten telah mengoleksi 125 gol dan 49 assist hanya dalam 201 laganya bersama AC Milan.

Sebelum ia ke AC Milan, van Basten adalah seorang pemain Ajax Amsterdam. Bersama de Godenzonen, van Basten tampil sangat brilian dengan mencetak 152 gol dan 33 assist hanya dalam 172 laganya di seluruh ajang yang ia ikuti.

Performa apiknya bersama Ajax membuat Presiden AC Milan saat itu, Silvio Berlusconi, menggelontorkan uangnya untuk merekrutnya. Ia didatangkan bersama kompatriotnya, Ruud Gullit, pada 1987 sebelum akhirnya disempurnakan oleh kehadiran Frank Rijkaard pada 1988, dan tercipta lah dutch trio di lini depan Rossoneri.

Bersama AC Milan, ia meraih 11 gelar di antaranya tiga trofi Serie A, dua trofi UEFA Supercup, tiga trofi Supercoppa Italia, dua gelar Intercontinental, dan dua gelar Liga Champions. Meskipun kariernya cemerlang di AC Milan, namun justru satu-satunya gelar yang ia raih bersama Timnas Belanda lah yang menjadi turning point-nya.

Ia berhasil mengantarkan Timnas Belanda meraih gelar Euro 1988. Turnamen yang mempertemukan negara-negara di Eropa tersebut dilaksanakan di Jerman Barat (saat itu belum reunifikasi) dan hanya delapan negara yang ikut serta dengan dibagi menjadi dua grup.

Belanda berada di grup 2 bersama dengan Uni Soviet (saat ini menjadi Rusia), Irlandia, dan Inggris. Mereka memulai fase grup dengan kekalahan atas Uni Soviet 0-1, namun mengakhiri sisa laga dengan kemenangan, sehingga bisa lolos ke fase semifinal sebagai runner-up grup.

Di semifinal, Belanda melawan tim tuan rumah, Jerman Barat, dan mereka sukses menang dengan skor tipis 2-1. Kemenangan itu mengantarkan mereka ke partai final dan kembali melawan Uni Soviet.

Sumber: Transfermarkt

Laga final dilaksanakan di Olympiastadion, Munich, yang pada saat itu menjadi markas dari Bayern Munich dan TSV 1860 Munich. Olympiastadion Munich ini adalah stadion yang dibangun sebagai bentuk propaganda lantaran Jerman Timur membangun Olympiastadion di Berlin (saat ini markas besar Hertha Berlin).

Belanda tentu ingin meraih gelar Euro 1988 dan membalaskan dendam mereka atas Uni Soviet di fase grup. Benar saja, dua gol dari Ruud Gullit (32’) dan Marco van Basten (54’) sukses mengantarkan Oranje meraih gelar pertama mereka di kancah internasional.

Itu tentu menjadi kebahagiaan yang tiada tara bagi Marco van Basten. Selain itu, van Basten juga mengakui gelar Euro 1988 membuat kariernya sebagai pesepakbola meningkat drastis.

“Saya saat itu berada di puncak karier saya, dan hal-hal yang terjadi setelahnya terasa menyenangkan dan indah,” ucap Marco van Basten yang dilansir dari The Guardian.


Baca Juga:


Sayangnya, Olympiastadion Munich juga menjadi tempat di mana kariernya hancur. Seperti yang diketahui, van Basten merupakan pemain yang pensiun dini, di mana ia memutuskan mengakhiri kariernya di umur 28 tahun.

Cedera ankle atau pergelangan kaki menjadi alasan mengapa van Basten memutuskan untuk pensiun di usia 28 tahun. Cedera tersebut sejatinya sudah muncul di musim pertamanya membela AC Milan, di mana ia harus menepi lama dan hanya tampil sebanyak 11 laga.

Dalam buku autobiografinya yang berjudul ‘Basta: My Life, My Truth’ yang ditulis oleh Edwin Schoon, ia menjelaskan cedera tersebut ia telah alami di akhir kariernya bersama Ajax. Ia bahkan pernah merangkak dari tempat tidurnya ke kamar mandi akibat sakit yang ia derita.

“Saat itu, tengah malam tahun 1994, saya ingat harus merangkak dari tempat tidur ke kamar mandi. Saya menghitung detik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses itu sambil mengalihak perhatian dari rasa sakit,” kata van Basten yang dikutip dari Marca.

Ia mengakhiri kariernya sebagai pesepakbola dengan bertanding di Olympiastadion Munich, tempat di mana ia menjuarai Euro 1988 bersama Timnas Belanda. Kala itu, ia tampil untuk AC Milan melawan Olympic de Marseille (OM) untuk partai final Liga Champions 1992/93.

Sumber: Transfermarkt

Berniat untuk mengakhiri kariernya dengan manis, justru Olympiastadion menjadi tempat terburuk baginya. Ia gagal membawa Rossoneri meraih gelar Liga Champions untuk yang ketiga kalinya setelah kalah dengan skor tipis 0-1 dari Marseille.

“Namun, tiba-tiba, pada tahun 1993, saya memainkan pertandingan terakhir saya di stadion yang sama. Segalanya hancur, ada banyak rasa sakit dan masalah,” tambah Marco van Basten.

Marco van Basten adalah pemain yang sangat mengerikan. Ia adalah seorang striker yang memiliki banyak keunggulan, mulai dari kecepatan, kepiawaiannya dalam mengolah bola, menendang dari segala arah, dan banyak hal.

Bahkan, tidak sedikit yang mengatakan jika van Basten adalah striker yang bisa melampaui Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, dan itu sudah ia pernah berikan kisi-kisinya dengan tiga gelar Ballon d’Or. Sayangnya, kariernya terbang tinggi dan terjatuh di tempat yang sama, Olympiastadion Munich.

Selalu update berita bola terbaru hanya di Vivagoal.com

Exit mobile version