Site icon Vivagoal.com

Analisa Vigo: Kanjuruhan yang Menangis Akibat Ketidakadilan yang Tak Kunjung Muncul

Analisa Vigo: Kanjuruhan yang Menangis Akibat Ketidakadilan yang Tak Kunjung Muncul

Vivagoal – Berita Bola – Minggu (1/10) kemarin menjadi hari di mana satu tahun setelah peristiwa paling mengenaskan dalam sepakbola Indonesia yaitu tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang. Sayangnya, sudah satu tahun lamanya, belum ada keadilan yang didapatkan oleh para keluarga korban.

Pada 1 Oktober 2022 yang lalu, semua pecinta sepakbola baik itu luar negeri maupun dalam negeri pasti merasakan hal yang sama ketika melihat media sosial mereka. Kala itu, telah terjadi sebuah tragedi yang sangat memilukan, bahkan bisa disebut aib paling kelam dalam sepakbola Indonesia, yakni tragedi Kanjuruhan.

Saat itu, telah diberlangsungkan pertandingan derbi Jawa Timur (Jatim) antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Laga yang dilaksanakan pada malam WIB di markas kebanggaan Singo Edan, Stadion Kanjuruhan, dimenangi oleh Bajul Ijo dengan skor tipis 3-2.

Seharunya, laga tersebut menjadi hal yang membahagiakan bagi Persebaya karena bisa mengalahkan rival satu provinsi mereka. Namun, justru saat itu menjdi hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh para pemain Bajul Ijo maupun Singo Edan.

Kerusuhan terjadi pasca laga, di mana para fans Arema membanjiri lapangan, menunjukkan kekesalannya akibat kekalahan timnya atas rival mereka. Hal seperti itu memang sudah biasa terjadi di dalam sepakbola, namun yang membedakan adalah tembakan gas air mata yang dikeluarkan pihak kepolisian kepada para fans.


Baca Juga:


Alhasil, kepanikan merajalela, penonton berdesak-desakan keluar dari stadion, menciptakan ruang sempit dan sedikit udara, hingga akhirnya banyak korban jiwa yang berjatuhan. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hingga hari demi hari kita akhirnya mendapatkan jumlah korban yang meninggal yaitu sebanyak 135 orang.

Sumber: Twitter @tribunmelawan

Akibat tragedi ini, semua pihak seakan-akan menyalahkan dan menyembunyikan kesalahan. Para suporter yang notabene jadi andil menyalahkan aparat yang menembakkan gas air mata, aparat membela diri dan menyalahkan para suporter, pemangku kebijakan sibuk mencari alasan sana sini, dan Arema yang mencoba untuk keluar dari permasalahan tersebut.

Lantas, yang terkena imbasnya adalah orang-orang yang berjuang untuk menegakkan keadilan, terutama keluarga dari para korban. Mereka hanya ingin tanggung jawab dari berbagai pihak mulai Arema, PSSI, pemerintah, hingga kepolisian. Naasnya, hingga satu tahun setelah tragedi itu terjadi, titik terang tak kunjung terlihat.

Pasca kejadian tersebut, ada inisisi dari pihak Aremania untuk meminta keadilan kepada Arema. Sayangnya, tragedi Kanjuruhan sepertinya berdampak besar terhadap perpecahan yang terjadi di kubu pecinta Singo Edan itu sendiri.

Ada yang membela Arema, ada juga yang menolak kehadiran mereka. Seakan-akan perpecahan ini membuat keadilan Kanjuruhan semakin sulit untuk diwujudkan.

Keadaan semakin diperkeruh dengan minimnya sanksi yang didapatkan oleh lima dari enam tersangka yang ditetapkan oleh Kepolisian Republik Indonesia melalui Polda Jatim (berdasarkan rilisΒ Komnas HAM). Mengejutkannya, Direktur Utama (Dirut) PT. Liga Indonesia Baru (LIB) sebelum Ferry Paulus, Ahmad Hadian Lukita, sampai detik ini belum ditangkap lantaran adanya perbedaan pendapat antara pihak kejaksaan dan kepolisian.

Lalu, Kanjuruhan yang seharusnya menjadi olah TKP bagi Kepolisian malah direnovasi. Menurut Dyan Berdinandri selaku koordinator Tim Gabungan Aremania (TGA) yang dilansir Jawa Pos, renovasi Kanjuruhan seakan-akan menghilangkan barang bukti kejadian.

β€œYang pertama karena Kanjuruhan belum dijadikan tempat olah TKP, sedangkan sidang sudah keluar vonis. Ada keinginan menghilangkan barang bukti,” ucap Dyan.


Baca Juga:


Beberapa kejadian di atas tentunya tidak mencakup semua hal yang terjadi perihal polemik tragedi Kanjuruhan. Meskipun menyayat hati, beberapa Aremania dan keluarga korban yang ingin keadilan ditegakkan masih berjuang hingga detik ini.

Menurut akun TwitterΒ @tribunmelawan, ribuan Aremania dan keluarga korban hadir dalam aksi doa bersama di Kanjuruhan, Minggu (1/10) kemarin. Terlihat kekecewaan dan kesedihan bersamaan dengan isak tangis keluarga korban.

Sumber: Twitter @tribunmelawan

Sebelumnya, ada Miftahudin Ramli yang akrab dipanggil pak Midun, melakukan aksi nekat dengan bersepeda dari Malang hingga Jakarta. Ia tidak ingin menemui Erick Thohir selaku Ketua Umum (Ketum) PSSI, Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia, atau Dito Ariotedjo sebagai Menteri Pendidikan dan Keolahragaan (Menpora). Ia hanya ingin menjaga ingatan masyarakat Indonesia jika tragedi Kanjuruhan masih harus diperjuangkan.

Sayangnya, usaha-usaha yang dilakukan oleh Aremania dan keluarga korban tidak dibarengi dengan apa yang harusnya mereka dapatkan. Kanjuruhan tetap direnovasi, tersangka sudah divonis, Arema masih bermain, dan sepakbola masih berjalan.

Satu tahun para Aremania dan keluarga meminta keadilan. Satu tahun mereka berjuang untuk meraih itu. Satu tahun juga Kanjuruhan menangis. Namun, sepertinya butuh lebih dari satu, dua, atau tiga tahun untuk mendapatkan keadilan.

Selalu update berita bola terbaru seputar sepakbola dunia hanya di Vivagoal.com

Exit mobile version