Site icon Vivagoal.com

5 Jawara Liga Champions yang Sulit Dilupakan

5 Jawara Liga Champions yang Sulit Dilupakan

Vivagoal5 Fakta – Liga Champions Eropa adalah salah satu kompetisi terbaik di dunia yang telah diselenggarakan oleh UEFA. Bahkan, para klub yang tampil di Liga Champions adalah klub yang mampu memberikan dampak bagi sepakbola Eropa maupun dunia. 

Kompetisi Liga Champions sering dianggap sebagai yang ajang terbaik antar klub selain Piala Dunia yang merupakan ajang 4 tahun.

Selain itu, para klub yang tampil sebagai juara di Liga Champions adalah klub yang mampu tampil  konsisten dari babak awal sampai babak akhir.

Baca Juga: 5 Pesepakbola Terbaik yang Mengharumkan Uruguay

Klub yang memiliki tradisi untuk memenangkan gelar kejuaraan terbesar sejagat Eropa sering dianggap sebagai yang klub terbaik di Eropa. Pasalnya, klub tersebut memiliki tim yang kuat dan solid saat tampil di Liga Champions Eropa dengan laga yang penuh dengan drama dan menegangkan.

Barcelona, Real Madrid, Bayern Munich, AC Milan, dan Liverpool adalah contoh para klub Eropa yang sudah memiliki pengalaman tampil di Liga Champions. Bahkan, klub raksasa Eropa tersebut hampir tidak pernah absen untuk tampil di ajang Liga Champions. Terlebih lagi, ada klub yang berhasil membalikan keadaan setelah tertinggal jauh dengan bangkit di leg keduanya.

Salah satu klub yang pernah membuat sejarah menjadi juara Liga Champions, akan dikupas secara tuntas oleh Vivagoal kali ini.

Berikut VIGO merangkum dan menganalisa 5 Jawara Liga Champions yang Sulit Dilupakan Sepanjang Masa!

1. Olympique Marseille (1993)

Salah satu klub juara Liga Champions yang mengejutkan dunia adalah klub asal Prancis, Olympique Marseille. Mereka memenangkan pertandingan ajang paling fenomenal di Eropa saat melawan AC Milan pada tahun 1993. Bahkan, pertandingan tersebut membuat sorakan fans menggila-gila saat Marseille berhasil mengalahkan klub raksasa Serie A, AC Milan.

Baca Juga: 5 Pesepakbola Terproduktif di Piala Dunia Wanita 2019, Siapa Saja?

Padahal, saat itu AC Milan lebih diunggulkan untuk menjadi juara Liga Champions berkat trio Belanda yakni Ruud Gullit, Frank Rijkaard, dan Marco Van Basten. Kala itu, Franco Baresi menjadi kapten Milan yang paling fenomenal.

Tidak lupa, pelatih yang memiliki taktik yang jenius dari klub AC Milan, Fabio Capello. Bahkan, dianggap sebagai salah satu pelatih terbaik di Dunia.

Olympique Marseille menurunkan squad yang tidak kalah berkualitas dengan mengandalkan

Kapten klub, Didier Deschamps, kiper andalan, Fabian Barthez, dan striker haus gol asal Jerman, Rudi Voller sebagai klub underdog di Final Olympiastadion Munich.

Mereka tampil tanpa beban dan melakukan strategi bertahan untuk menghadang setiap pergerakan Milan yang dikomandoi oleh Marcel Desailly.

Hasilnya, gol yang ditunggu tercipta berawal dari sepakan pojok dari Abedi Pele lewat sundulan Basile Boli yang tidak bisa dijangkau oleh Kiper Milan. Usai gol tersebut,

Marseille terus digempur oleh striker Milan. Mereka tak segan merusak lini pertahanan tim asal Prancis tersebut. Akan tetapi, lini pertahanan Marseille yang solid berhasil dijaga sampai peluit babak pertama berakhir.

Di babak kedua, tidak ada gol yang tercipta hingga ditiupnya pertandingan pada babak kedua. Akhirnya, Marseille berhasil menjadi klub Perancis pertama yang menjuarai Liga Champions.

Kemenangan ini membuat sorakan fans Marseille bergemuruh dan tidak ada hentinya berselebrasi, menangis, bahagia, dan tidak percaya atas kemenangan timnya tersebut. Satu kata yang tepat menggambarkan kemenangan Marseille pada final Liga Champions tahun 1993 adalah ‘Luar Biasa’.

2. Manchester United (1999)

Final yang diselenggarakan di Camp Nou, Barcelona disebut sebagai salah satu partai yang tak bisa dilupakan. Ini termasuk salah satu paling final krusial sepanjang sejarah turnamen Liga Champions. Pasalnya, MU diisi oleh para akademi class 92′ diantaranya adalah pemain yang sering tampil di Liga Champions. Sir Alex Ferguson memainkan pemain yang terbilang mempunyai kualitas yang merata.

Baca Juga: 5 Fakta Selebrasi Kontroversial Pesepakbola Dunia

Posisi ini sama dengan lawan yang dihadapi Setan Merah, Bayern Munich dilatih oleh Ottmar Hitzfield. Roy Keane dan Paul Scholes tidak bisa bermain di laga final Liga Champions dikarenakan mereka terkena akumulasi kartu. Sehingga Sir Alex Ferguson menurunkan David Beckham dan Nicky Butt sebagai gelandang tengah secara terpaksa. Padahal, saat itu David Beckham berposisi sebagai sayap kanan.

Bayern Munich unggul lebih dulu lewat free kick dari Mario Basler saat laga baru berjalan menit ke-6. Tendangannya meluncur datar dan deras ke gawang Peter Schmeichel. Wasit yang memimpin laga saat itu menutup peluit tanda berakhirnya babak pertama final Liga Champions tersebut.

Sir Alex Ferguson membuat pergantian sensasional saat dua penyerang Manchester United Dwight Yorke dan Andy Cole digantikan oleh Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solskjaer.

Alhasil, taktik manajer Manchester United berhasil. Secara dramatis, MU berhasil mencetak 2 gol. Gol tersebut masing-masing dicetak oleh penyerang cadangan MU Teddy Sheringham dan Solskjaer di menit ke 91 dan 93.

Atas kemenangan tersebut, Manchester United menjadi juara Liga Champions untuk kedua kalinya selama keiikutsertaan Setan Merah pada tahun 1999. Bahkan, pimpinan wasit saat itu, Pierluigi Collina mengatakan final Liga Champions 1999 merupakan momen yang tak terlupakan sepanjang kariernya. Collina sempat berkata dengan fans MU saat melihat gol kemenangan MU seperti auman Singa.

3. FC Porto (2004)

Di awal pagelaran Liga Champions 2004, mungkin tidak ada yang mengira bahwa Monaco dan Porto akan mencapai final. Tentu ini merupakan hal yang wajar karena Manchester United, Real Madrid, dan Chelsea tengah melakoni musim yang hebat. Nama Monaco pun tidak begitu santer terdengar, sementara Porto yang baru saja memenangi Piala UEFA semusim sebelumnya.

Baca Juga: 5 Fakta Pesepakbola Dunia yang Bangkit dari Kemiskinan

Singkat cerita, Monaco mengalahkan Lokomotiv Moskwa, Real Madrid, dan Chelsea untuk mencapai partai puncak Liga Champions pertama kalinya. Sementara itu, Porto sukses menyingkirkan Manchester United di babak 16 besar, disusul dengan Lyon dan Deportivo La Coruna. Jose Mourinho mulai diperbincangkan pada momen ini, setelah ia sukses menyingkirkan Sir Alex Ferguson di kancah Eropa, dan membawa Porto ke final kedua mereka.

Siapa yang bertanding di final, memang ini berada di luar prediksi. Namun saat itu, Mourinho memang jadi pelatih yang selalu mengejutkan. Tak heran, kehadirannya di final pun pada akhirnya membawa kejutan tak terbayangkan bagi fans Porto.

Monaco mengawali laga dengan luar biasa, seiring penjaga gawang Porto, Vitor Baia, terpaksa melakukan penyelamatan gemilang dari ancaman  Ludovic Giuly. Ini merupakan satu-satunya ancaman berarti Giuly karena setelahnya, ia harus ditandu keluar karena mengalami cedera kunci paha di menit 22. Giuly digantikan oleh Dado Prso.

Babak pertama berjalan kurang menarik setelahnya. Tak banyak terjadi ancaman, namun akhirnya Porto unggul lebih dulu di menit 38 lewat serangan balik. Penyerang Brasil, Carlos Alberto, mematahkan kebuntuan dengan sepakan voli kaki kanannya. Jala Monaco pun terkoyak, Porto unggul hingga jeda turun minum.

Baca Juga: 5 Pesepakbola Terbaik yang Mengharumkan Uruguay

Prso hampir saja menyamakan kedudukan di menit 56, tapi ia gagal memanfaatkan kegalauan Nuno Valente di kotak penalti. Bola pun lepas dari kaki penyerang Kroasia ini dengan sia-sia, tapi Monaco terus menggempur Porto.

Malang bagi Monaco, Mourinho terlalu cerdas malam itu. Ia melakukan pergantian krusial di menit 55, menggantikan Alberto yang mencetak gol dengan veteran Rusia, Alenitchev. Porto pun menggandakan keunggulan, berkat Alenitchev yang memberikan assist bagi Deco, di menit 70. Lagi-lagi, ini merupakan hasil serangan balik Porto.

Empat menit kemudian, Alenitchev mencetak gol dengan kakinya sendiri. Ia menyambut umpan pantul Derlei Silva dengan sepakan keras yang tak mampu dihadang oleh Flavio Roma.

Mimpi Monaco menjadi juara di final pertama mereka pun kandas. Walau menyerang terus, mereka takluk oleh serangan balik Porto yang mematikan, khas Mourinho.

Melalui proses dramatis, mengalahkan Manchester United yang jadi favorit kala itu, Jose Mourinho akhirnya sukses juga di final dengan menggilas Monaco. Tiga gol tak terbalas ia canangkan bersama klubnya dan menjadi Raja Eropa tahun 2004.

4. Liverpool (2005)

Empat belas tahun silam, comeback terbaik dalam sejarah Liga Champions tercipta, seusai Liverpool berhasil tundukkan AC Milan di laga final. Pada 25 Mei 2005 berlangsung laga final Liga Champions antara Liverpool melawan AC Milan di Stadion Ataturk Olympic, Istanbul, Turki. Pertandingan tersebut menjadi laga final ke-13 sejak format baru Liga Champions bergulir.

Baca Juga: 5 Fakta Pesepakbola yang Menghilangkan Nyawa Orang Lain

Kala itu, Liverpool yang masih dinakhodai Rafael Benitez harus menghadapi kenyataan pahit, sebab gawang The Reds dibobol tiga gol lebih dahulu pada babak pertama.

Kaget, itu yang dirasakan selepas kapten AC Milan, Paolo Maldini, mencetak gol pada menit pertama pertandingan, memanfaatkan set-piece Andrea Pirlo.

Gol itu seolah menjadi keran bagi skuat asuhan Carlo Ancelotti karena pemain pinjaman dari Chelsea, Hernan Crespo, menambah pundi-pundi gol Rossoneri pada menit ke-39 dan satu menit jelang babak pertama usai.

Seolah, mimpi The Reds untuk akhiri puasa trofi kejuaraan paling bergengsi antarklub se-antero Eropa selama 21 tahun telah sirna.

Namun, dalam kondisi mental tertekan, Benitez membuat kata-kata ajaib kepada para pilar Liverpool agar mereka mampu menjadi pahlawan dan tetap menegakkan kepala untuk para suporter.

Kata-kata ajaib sang pelatih ternyata meresap ke dalam benak para pemain. Hanya dalam 15 menit babak kedua berlangsung, Liverpool dapat melakukan aksi pembalasan.

Sang kapten, Steven Gerrard pun menginisiasi kebangkitan timnya dengan lesatan gol dari tandukannya, yang turut menggetarkan jala kawalan Nelson Dida pada menit ke-54.

Dua menit berselang legiun asal Republik Ceko, Vladimir Smicer, membuat Maldini dkk semakin ketar-ketir, berkat tendangan dari luar kotak penaltinya berhasil koyak gawang Milan.

Sempat gagal akibat tertepis Dida, bola muntah tendangan penalti yang diamanahkan pada Xabi Alonso, sukses didaratkan lagi oleh dirinya. Kedudukan pun menjadi imbang 3-3, hingga babak tambahan waktu usai.

Kiper Liverpool, Jerzy Dudek, benar-benar menjadi kartu as setelah berhasil melakukan penyelamatan gemilang pada sepanjang laga, lini depan Milan pun dibuatnya frustasi.

Ketegangan semakin meningkat saat pertandingan dilanjutkan pada babak adu tendangan penalti.

Namun benar, dewi fortuna tengah menaungi Dudek. Kiper asal Polandia itu pun membuktikan kembali tajinya setelah berhasil memblok tendangan penalti Pirlo, dan Andriy Shevchenko.

Sorak-sorai pemain dan pun pendukung Liverpool pun menggema di seisi stadion yang diisi 69.600 penonton, dan tim Merseyside Merah berhasil raih titel juara Piala/Liga Champions untuk kali kelima.

5. Chelsea (2012)

Lain lagi dengan kisah juara Liga Champions yang dialami klub asal London, Chelsea. Klub berjuluk The Blues tersebut terseok-seok di awal musim dan bangkit setelah pergantian tahun. Comeback sensasional Chelsea dimulai saat melawan Napoli pada pertandingan leg kedua. Tak hanya itu, yang paling membanggakan untuk The Blues yaitu saat berhasil singkirkan juara bertahan Barcelona.

Baca Juga: 5 Duet Gelandang Terbaik Sepanjang Masa

Ketika itu John Terry terpaksa mendapatkan kartu merah. Namun, Chelsea berhasil melaju ke babak final di Allianz Arena 19 Mei mendatang. Dan Frank Lampard menjadi kapten di final menggantikan John Terry.

Chelsea menjuarai Liga Champions 2011/2012 setelah di babak final mengalahkan Bayern Munchen 4-3 melalui adu penalti.

Penentuan juara harus ditentukan dengan adu penalti setelah hingga babak kedua perpanjangan waktu berakhir, papan skor menunjukkan 1-1 untuk kedua tim.

Dalam adu penalti, Juan Mata menjadi satu-satunya pemain Chelsea yang gagal mencetak gol, sementara di kubu Bayern Munchen, Ivica Olic dan Bastian Schweinsteiger gagal menjebol gawang Chelsea. Bagi Chelsea, ini adalah untuk pertama kalinya mereka menjuarai Liga Champions.

Kemenangan di partai puncak ini sekaligus menghapus memori buruk pada 2008 ketika di babak final di Moskow dikalahkan Manchester United melalui adu penalti.

Baca Juga: 5 Fakta Si Tendangan Gledek dari Juventus

Saat Pertandingan

Babak final kali ini bisa dikatakan penuh drama dan sepertinya akan dimenangkan oleh Bayern Munchen yang bermain di kandang sendiri di Allianz Arena.

Bayern Munchen bermain penuh energi dan terus mengurung pertahanan Chelsea yang bermain defensif.

Di babak pertama saja Bayern 16 kali mencoba mencetak gol sementara Chelsea hanya dua kali. Situasi tidak berubah di babak kedua meski Chelsea sesekali mencoba keluar dari tekanan Bayern Munchen.

Memasuki menit ke-82 Bayern Munchen menekan Chelsea dan kali ini upaya mereka berhasil. Bola lambung dari Toni Kroos berhasil ditanduk oleh Thomas Muller yang lepas dari pengawalan para pemain belakang Chelsea.

Dengan pertandingan hanya tersisa sekitar tujuh menit dan dalam posisi tertekan, banyak yang memperkirakan pada dasarnya babak final Liga Champions ini telah berakhir.

Namun, asumsi dan prediksi berubah total ketika Didier Drogba menyamakan kedudukan dengan sundulan kepala, memanfaatkan tendangan sudut yang diambil Juan Mata. Posisi 1-1 bertahan hingga babak kedua berakhir.

Di babak perpanjangan waktu Bayern Munchen sebenarnya mendapatkan peluang emas, namun tendangan penalti Arjen Robben bisa ditangkap oleh Petr Cech.

Kegagalan ini membuat kepercayaan diri para pemain Chelsea bertambah dan memaksa tuan rumah untuk adu penalti, yang kemudian dimenangkan oleh Chelsea.

Exit mobile version