Site icon Vivagoal.com

Obrolan Vigo: Patahnya Dominasi Bayern dan PSG di Eropa

Patahnya Dominasi PSG dan Bayern Munchen

Vivagoal Berita Bola – Tak ada yang memungkiri jika Bayern Munchen dan Paris Saint-Germain merupakan dua klub yang mendominasi liga domestik mereka masing-masing. Bayern misalnya, status mereka sebagai raksasa Jerman memang tak bisa dipungkiri.

Sejak lama, tim berjuluk FC Hollywood tersebut memang kerap merajai Bundesliga.  Hal tersebut bisa dilihat dari raihan juara liga. Sejak Bundesliga digelar pada tahun 1963 silam, Bayern sukses mendominasi liga dengan torehan 29 gelar juara. Kompetitor terdekat mereka, Borrusia Moenchengladbach dan Borrusia Dortmund hanya mampu merengkuh 5 gelar.

Hal ini jelas menunjukan kejomplangandari sisi manapun. Bahkan dalam 7 musim terakhir, Bayern seakan menjadi penguasa tunggal kasta tertinggi sepak bola Jerman tersebut.

Hal ini tentu tak lepas dari kebijakan transfer yang mereka lakukan serta stabilnya neraca finansial yang mereka miliki. Dengan dua aspek tersebut, Bayern bisa mendatangkan bintang manapun yang mereka sukai. Tak heran jika julukan FC Hollywood melekat pada mereka.

Baca Juga: Serie A, Liganya Kakek-Kakek

Sementara PSG, sejatinya merupakan kekuatan klasik di kancah Ligue 1. Namun status mereka bukanlah tim sebesar sekarang.  Tim asal Ibu Kota Prancis ini prestasinya memang tak terlalu mentereng sebelum di take over oleh Qatar Sports Investment (QSI) pimpinan Nasser Al Khelaifi pada 2008 silam.

Bedasarkan transfermarkt, sebelum mendapatkan tumpahan dana segar dari Qatar PSG hanyalah tim yang bersaing di papan tengah. Hal tersebut dapat dilihat sejak musim 2005/06.

Les Peresiens hanya mampu bersaing memperebutkan zona piala UEFA. Tak jarang pula mereka berada di luar posisi 10. Namun sejak QSI datang, PSG tak lagi sama.

Mereka sukses mendominasi Liga delapan musim sejak proses akuisisi berjalan. PSG sukses merengkuh enam gelar Ligue 1, Empat Coupe de France, lima Coupe de Ligue dan 6 Trophee Des Champions!

Boleh dibilang, kedua klub tersebut sangat berperan dalam liga mereka masing-masing. Bedanya, PSG sukses dengan suntikan dana taipan Arab sementara hal yang sama tak berlaku untuk Bayern Munchen yang dikenal memang memiliki kekuatan finansial melalui jalur prestasi serta branding klub yang kuat.

Efek Dominasi di Liga Masing-Masing

Dominannya Bayern dan PSG di liga masing-masing juga membawa efek baik di Bundesliga maupun Ligue 1. Secara peta persaingan, kedua kesebelasan seakan membuat liga tak lagi kompetitif. Bahkan sebelum liga dimulai, kita semua mungkin hampir tahu  siapa yang akan menjadi juara di dua liga tersebut.

Namun Bayern memang sudah mulai mejajakan diri sebagai kekuatan Bundesliga di awal 70an. Namun setelah itu, mereka seakan tenggelam oleh dominasi tim-tim lainnya.

Barulah menjelang era Milenium, Bayern mulai menunjukan kembali taringnya sebagai salah satu tim besar di tanah Jerman berkat raihan berbagai gelar juara sampai hari ini.

Salah satu kunci dominasi Die Roten di Bundesliga adalah kebijakan transfer yang mereka anut dalam beberapa tahun belakangan. Nama-nama beken di tim rival mulai dipreteli satu per satu guna menjadi bagian dari FC Hollywood.

Manuel Neuer & Leon Goretzka (Schalke 04) Robert Lewandowski (Dortmund), Nicklas Sule (Hoffenheim), Benjamin Pavard (Stuttgart) merupakan nama yang berhasil di-Bayern-kan. Kebijakan transfer tersebut mau tak mau membuat Bayern lebih superior dibandingkan tim lainnya di Bundesliga.

Bahkan setiap ada bintang anyar muncul di setiap musimnya, mereka akan selalu dikaitkan dengan Bayern. Posisi tawar klub yang tak baik untuk berbicara banyak di Bundesliga serta kans memenangkan gelar bersama Bayern yang cukup besar membuat mereka selalu dikaitkan dengan tim asal Bavaria tersebut.

[irp]

Pun demikian dengan PSG, mereka pun bebas mendatangkan nama pemain beken dari berbagai kolong langit guna memperkuat tim. Beberapa bintang mulai dari Javier Pastore, Ezequiel Lavezzi, Edinson Cavani, Zlatan Ibrahimovic, hingga Neymar dan Mbappe berhasil didatangkan via kekuatan finansial mereka yang boleh dibilang tak terbatas.

Mendatangkan sederet nama besar, PSG pun sukses merajai Ligue 1 dengan tak memiliki lawan sepadan. Meski sejatinya ada AS Monaco yang sempat menempel ketat kedigdayaan mereka di piramida tertingi sepak bola Prancis tersebut.

Bahkan di musim 2016/17, Monaco sempat menghentikan sejenak dominasi PSG di Ligue 1. Namun setelahnya, kejayan Monaco seakan hilang pasca sang pemilik mengubah haluan transfer dengan menjual beberapa bintangnya seperti Kylian Mbappe, Benjamin Mendy, Bernardo Silva, Tiemoue Bakayoko, Nabil Dirar, Correntin Jean, Abdou Diallo, dan Valere Germain. Melalui penjualan tersebut, Monaco telah mendapatkan dana segar sekitar 150 juta euro.

Praktis dengan penjualan berbagai pemain tersebut, Monaco pun terhempas dari peta persaingan juara. Tim-tim Tradisional Prancis semacam Marseille, Lyon, Saint-Etienne hingga Bordeaux pun tak mampu membendung laju PSG. Terkait dominasi sebuah klub di Liga, mantan pemain Glasgow Celtic, Martin Petrov buka suara.

“Satu klub besar di sebuah kompetisi adalah hal yang tidak menarik,” kata Petrov.

Menurutnya sebuah liga harus membutuhkan beberapa klub agar persaingan terasa lebih sehat. Petrov angkat suara pasca mantan klubnya Glasgow Celtic sukses merajai kembali Scottish Premier League meski rival abadinya, Glasgow Rangers sudah berada di kompetisi yang sama pasca dinyatakan bangkrut beberapa waktu lalu.

[irp]

Meski demikian, Dominasi Bayern Munchen dan Paris Saint-Germain tak selalu berdampak buruk. Keunggulan keduanya dibanding tim lain juga menjadi berkah tersendiri. Hal tesebut dapat dilihat dari naiknya koefisien liga.

Semula Ligue 1 dan Bundesliga hanya menyematkan 3 wakil di Champions League namun slot di masing-masing Liga bertambah satu berkat capaian keduanya yang sukses mendompleng liga masing-masing.

Kegagalan di Liga Champions

Meski kerap mendominasi liga, nyatanya di musim ini Bayern dan PSG rontok di ajang Liga Champions yang semestinya mereka bisa berbicara banyak disana. Bayern Munchen misalnya. Tim asal Bavaria ini harus kandas oleh Liverpool di babak 16.

Sempat membuka asa dengan menahan armada Jurgen Klopp di Anfield, mereka harus mengakui keunggulan The Reds di Allianz Arena, rumah mereka sendiri dengan skor 1-3.

Selesainya Bayern di fase gugur Liga Champions musim kemarin pun menambah coreng bagi sepak bola Jerman. Pasalnya, sejak 13 musim terakhir, tim Jerman selalu hadir minimal di babak perempat final.

Sementara untuk Bayern sendiri kegagalan di fase 16 besar merupakan yang pertama kali sejak enam musim teraknir pasca membawa pulang si Kuping Besar pada 2012/13 silam. Dalam beberapa musm terakhir, Bayern selalu menginjakan kaki di semifinal dan hanya sekali terhenti di perempat-final

Baca Juga:  Verratti: Lawan United 10 kali, PSG Pasti Menang Sembilan

Sementara PSG lebih tragis lagi. Sempat unggul 2-0 di Old Trafford, Les Parisiens justru harus kalah juga dengan skor identik 1-3 di Parc Des Princess. Hasil minor ini pun menjadi sorotan khusus bagi PSG.

Pasalnya dalam dua musim terakhir, mereka selalu gagal di fase pedelapan final. Legenda sepak bola Prancis, Youri Djorkaeff pun buka suara terkait kegagalan PSG.

“Saya berbicara tentang pemain, rombongan, dan staf. Pada tahap tertentu Anda perlu menempatkan orang-orang yang ingin berada di sana dan membantu peningkatan klub,” kata Djorkaeff yang memperkuat PSG pada 1995-1996 itu.

“Liga Champions adalah pengalaman belajar setiap tahun. Masalah yang dihadapi Paris Saint-Germain adalah mereka membuat kesalahan yang sama setiap tahun,” pungkasnya.

Baca Juga: 5 Fakta Mengejutkan dalam Laga Bayern Munchen Vs Liverpool

Uniknya kedua tim yang mengalahkan Bayern dan PSG memiliki beberapa kemiripan dari berbagai sisi. Sama-sama menggunakan kostum merah, sama-sama merupakan rival abadi di Liga Premier dan keduanya pun sukses mengalahkan dua tim dominan tersebut dengan skor serupa 1-3 di rumahnya sendiri!

Ancaman Pemecatan

Kedua manajemen merasa baik Bayern dan PSG sudah mengeluarkan dana besar guna membangun skuat dan berprestasi di kompetisi yang mereka mainkan. Musim lalu misalnya, bedasarkan laporan transfermarkt, Bayern memang menghabiskan dana yang cukup sedikit yakni hanya 10 Juta Euro untuk mendatangkan wonderkid Vancouver Whitecaps dan Alphonso Davies.

Sementara itu Leon Goretzka datang dari Schalke dengan status bebas transfer. Sudah terbentuknya skuat membuat mereka tak perlu mengeluarkan dana transfer yang lumayan besar.

Hal berbeda justru ditunjukan PSG. Mereka membangun skuat dengan mendatangkan beberapa pemain kunci dalam diri Leandro Peredes (Zenit), Theo Kehrer (Schalke 04), Juan Bernat (Bayern) Kylian Mbappe (Monaco) dan Gianluigi Buffon (Juventus) untuk seluruh pemain tersebut, tim asal Ibu Kota Prancis menghabiskan dana lebih dari 217 Juta Euro!

Bahkan lewat kekalahan dini di ajang Liga Champions musim kemarin, kedua pelatih Bayern dan PSG, Niko Kovac dan Thomas Tuchel sama-sama mengalami ancaman pemecatan dari manajemen klub masing-masing. uniknya, kedua pelatih tersebut dirumorkan bakal diganti dengan satu sosok, yakni Jose Mourinho.

Baca Juga: Dirumorkan Bergabung ke Bayern, Mourinho Justru Berikan Pernyataan Mengejutkan

Mou sendiri memang tengah menganggur pasca ditendang dari jabatannya sebagai pelatih Man United pada Desember 2018 silam. Berbagai media Eropa pun santer mengaitkan Mou dengan dua tim tersebut. Pasalnya Mou memang belum pernah menginjakkan kaki di Prancis maupun Jerman sepanjang karir kepelatihannya.

Namun rumor tersebut pun seketika sirna tatkala Thomas Tuchel disodori kontrak anyar oleh PSG. Eks pelatih Dortmund tersebut bakal membesut PSG hingga 2021 mendatang.

Sementara Niko Kovac sendiri rumornya sempat akan didepak Bayern dan digantikan Mourinho. Namun The Special One merasa Kovac masih layak untuk dipertahankan karena sukses membawa Die Roten mengawinkan gelar Bundesliga dan DFB-Pokal.

Selalu update berita bola terbaru seputar sepak bola dunia hanya di Vivagoal.com

Exit mobile version