Paolo Maldini: Benteng Setia dari Kota Mode

Paolo Maldini: Benteng Setia dari Kota Mode

Heri Susanto - June 26, 2020
Dibaca Normal dengan Waktu Menit

Empat tahun berselang, kala Piala Dunia untuk kali perdana digelar di Amerika Serikat, Azzurri yang masih diperkuat komposisi pemain terbaiknya masih belum mampu menorehkan gelar. Mereka kembali kandas melalui adu penalti dari Brazil di partai pamungkas. Bahkan sampai akhir karirnya di Timnas, Maldini belum mampu mempersembahkan gelar bagi negaranya.

Kembali ke level klub, Sacci memutuskan mundur dari jabatan pelatih dan mereka menggantinya dengan Fabio Capello. Di tangan Don Fabio, Milan kembali menunjukan kelas dengan tampil garang di Eropa.

Meski melaju ke partai puncak Liga Champions di musim 1992/93, Milan justru keok dari tangan Marseille. Dua musim berselang, Milan juga kembali harus kandas di tangan Barcelona di laga pamungkas. Kali ini, Dream Team Blaugrana yang kala itu diarsiteki Johan Cruyff mengandaskan Milan dengan skor 4-0.

Maldini sejatinya sempat mendapatkan tawaran dari Chelsea di medi0 90an kala the Blues diarsiteki Gianluva Vialli di tahun 1996. Chelsea sempat memberikan tawaran serius namun kesetiaan pada akhirnya membuat Maldini bertahan dengan seragam merah hitam.


Baca Juga:


“Saya dihadapkan dengan tawaran dari Vialli. Namun pada akhirnya saya memutuskan untuk bertahan dan Milan akan menjadi tim yang selalu ada di hari saya. Setelah tawaran itu, saya tak pernah memutuskan untuk hengkang dari Milan,” ungkapnya kepada Sky Sports.

Menjadi Kapten Tim dan Mendulang Kejayaan

Setelah memutuskan bertahan, semusim berselang, Franco Baresi memutuskan pensiun di musim 1997-98. Baresi memiliki andil dalam kesuksesan Milan dan mendulang banyak gelar. Pasca pensiunnya Baresi, tongkat estafet kepemimpinan resmi turun ke lengan kiri Maldini.

Di pertengahan 90 hingga menjelang tahun 2000an, Milan mengalami performa bak roller coaster. Mereka hanya mampu menjadi tim kuda hitam di kancah domestik. Bahkan mereka harus menyudahi bulan madu bersama Fabio Capello. Di musim 1998/99, Milan berhasil keluar sebagai Scudetto di tangan Alberto Zaccheroni. Di milleium baru, Milan yang sempat terseok pada akhirnya berhasil bangkit

Musim 2001/02, restorasi dimulai, Mereka mendatangkan pemain segar dalam wujud Andrea Pirlo hingga Andriy Shevchenko. Proses adaptasi masih berjalan dengan wajah baru. Di musim tersebut, Milan keok di fase empat besar Coppa Italia dan UEFA Cup. Di kancah domestik mereka harus finish di peringkat 4.

Semusim berselang. Dewi fortuna nampak mendekat Kota Mode. Di bawah arahan Carlo Ancelotti, Milan dan Juventus memainkan All Italian Final di Old Trafford. Mereka keluar sebagai juara pasca menang tos-tosan atas Juventus. Kekuatan Setan Merah pun mulai kembali terlihat. Bahkan di tahun yang sama, mereka juga sukses menjuarai Coppa Italia

Setelah merajai Eropa dan mendulang gelar di kancah domestik. Mereka kembali keluar menjadi juara. Di msuim 2003/04, Milan sukses menjuarai Scudetto kembali dan menjadikan Shevchenko sebagai top skor dengan raihan 24 gol di kancah Liga. Meski konsisten di kancah domestik, Milan harus kembali mengalami déjà vu di kancah Eropa.