Vivagoal – Berita Bola – Tak ada yang meragukan kapasitas Antonio Conte sebagai pelatih. Setiap tim yang dilatihnya kerap menuai kesuksesan. Conte hanya butuh ruang untuk berkreasi dan tim hanya tinggal menunggu sukses kala dibesut olehnya.
Conte, yang memulai karir manajerial bersama tim semenjama Arezzo harus menerima pengalaman pahit kala gagal memberikan hasil maksimal bagi klub pasca tak pernah menang dalam 9 laga. Namun setahun berselang, ia kembali melatih tim tersebut dan sukses mendulang 19 poin dari 7 laga yang dihelat. Di akhir kompetisi, Arezzo yang mentas di Serie B harus terdegradasi ke Serie C1.
Setelahnya, Conte mulai melatih Baru pada 2008. Ia menuai prestasi pertama sebagai pelatih kala mengantarkan Bari juara Serie B 2008-09, silverware perdana tersebut hadir dalam karir manajerialnya. Nama Conte sempat dikaitkan dengan Juventus namun ia justru mendapatkan tawaran kontrak dari Bari dan Conte menolak bertahan di San Nicola.
Setelahnya, petualangan Conte dari satu klub ke klub lain dimulai. Di Atalanta, Conte hanya bertahan 14 laga. Ia kerap memaksakan diri menggunakan skema 4-4-2 yang sejatinya kurang cocok diterapkan. Namun, ia tetap memaksakan skema tersebut. Pasca Atalanta, pelatih asal Lecce semapt membesut Siena dan hantarkan tim promosi ke Serie A pada musim 2011/12.
Baca Juga:
- Obrolan Vigo: Newcastle United dan Kejayaan yang Harusnya Terulang
- Obrolan Vigo: Napoli dan Mimpi Scudetto yang Siap Terbuka
- Obrolan Vigo: Tomas Rosicy, Penyihir Kaca dari Republik Ceko
- Obrolan Vigo: Selebritis Indonesia Punya Tim Sepakbola, Buat Apa?
Langkah besar dalam karir Conte hadir ketika ia ditunjuk sebagai pelatih Juventus. Pasca Calciopoli, prestasi Juventus memang kerap pasang surut. Dalam empat musim, mereka sudah mengganti empat pelatih dalam empat tahun terakhir pasca hasil-hasil mengecewakan yang didapatkan Pelatih sebelumnya.
Di Juventus, berbagai silverware pun mulai diraih Conte. Dalam tiga musim beruntun, Juventus sukses mengepak Scudetto plus sepasang gelar Piala Super Italia. Mentalitas tim menjadi berubah di bawah arahannya, Juventus mulai memiliki mentalitas pemenang dan sangat membenci kekalahan. Beberapa pemain senior macam Leonardo Bonucci, Gianluigi Buffon hingga Andrea Pirlo menyebut jika Conte merupakan sosok motivator ulung.
Conte yang Butuh Ruang
Pasca sederet kesuksesan tersebut, Conte memutuskan mundur. Ada hal yang membuat dirinya enggan melanjutkan kerjasama bersama mantan klubnya, Conte tak memiliki ruang untuk berekspresi di lantai bursa dan memperkuat komposisi tim.
Mundurnya Conte dari Juventus bak petir di siang bolong. Keengaanan Juventus mendatangkan pemain yang didambakan menjadi muasal pelatih asal Lecce itu mengakhiri kerjasama dengan si Nyonya Tua lebih cepat.
Ia sempat mempertanyakan kebijakan transfer klub dengan elegan. “Anda tidak bisa pergi makan di restoran 100 euro dengan hanya 10 euro di saku Anda, bukan?,” tulisnya seperti diwartakan Football Italia. Permintaan tak dipenuhi, Conte pun putuskan pergi.
Ia tak membutuhkan waktu lama untuk melatih kembali. Panggilan dari Timnas Italia disambut dengan baik. Pada 2014, Conte resmi menggantikan posisi Cesare Prandelli sebagai juru taktik. Ia dikontrak dua tahun hingga helatan Euro 2016 rampung.
Italia yang dibawa bergairah kembali pasca rontok di Piala Dunia 2014 lalu. Mereka sukses mengepak 10 laga tak terkalahkan. Mereka melaju mulus hingga fase grup turnamen Eropa empat tahunan.
Italia sukses keluar dari fase grup sebagai juara grup dan mentantang juara bertahan Spanyol, di babak 16 besar. Spanyol yang diunggulkan pada laga tersebut sukses dijungkalkan dengan skor telak 2-0. Namun setelahnya, Italia kembali mengulang memori buruk 10 tahun lalu kala dihempaskan Jerman di babak perdelapan final.
Conte pun memutuskan mundur dari jabatannya sebagai juru taktik timnas. Ada kabar yang menyebut dirinya masih bergairah untuk menukangi klub. Namun, ia ditenggarai terlibat friksi dengan petiggi Federasi Sepakbola Italia.
Pasca Timnas, Conte pun menjadi suksesor Jose Mourinho di Chelsea. Di sini, ia mendapatkan kebebasan maksimal kala menukangi klub. rekrutan terpenting the Blues, N’Golo Kante dihadirkan. Poros lini tengah Chelsea terasa aman di musim itu, bahkan sampai hari ini, ia masih menjadi andalan tim.
Gelar Premier League pun sukses dipersembahkan Conte. Skema bermainnya di Chelsea pun terbilang fresh. Ia menerapkan pola 3-5-2 dalam skuatnya dan menciptakan skema anyar bagi the Blues guna membendung lawan-lawannya. Pola tersebut bahkan menjadi inspirasi bagi para manajer lain guna menerapkan pola yang sama di musim 2016/17.
Semusim berselang, Chelsea melakukan berbagai pembelian besar macam Alvaro Morata, Antonio Rudiger, Danny Drinkwater hingga Davide Zappacosta. Conte sempat berselisih paham dengan Diego Costa sehingga sang pemain dilego ke Altetico Madrid. Musim kedua Conte berkahir bencana. Pola permainannya terbaca oleh tim lain. Di kancah domestik, Chelsea tersungkur di peringkat lima. Untungnya sebagai hadiah penutup, mereka sukses mendulang Piala FA. Conte pun dipecat dari jabatannya untuk kali ketiga dalam karir manajerialnya.
Baca Juga:
- 5 Fakta Pemain Termahal yang Kontraknya Habis Akhir Musim Ini
- 5 Fakta Pelatih Inggris Terukses Sepanjang Masa
- 5 Fakta Mantan Wonderkid Inggris yang Gagal Bersinar
- 5 Fakta Tim Raksasa Sepakbola yang Belum Bangun dari Tidurnya
Setahun menganggur, Antonio Conte membuat langkah besar dalam karirnya, menerima pinangan Inter Milan. Statusnya sebagai mantan pemain dan pelatih Juventus membuat dirinya dicap sebagai pegkhianat. Namun, ia mempersetankan hal tersebut dan tetap memfokuskan diri melatih La Beneamata.
Inter Milan di musim perdananya mampu dibawa menduduki posisi kedua klasemen akhir di bawah Juventus. Tak hanya itu, Inter juga sempat berkuasa di Eropa dengan menembus partai final Europa League musim 2019/20. Namun sayang, di laga final, mereka keok dari tangan Sevilla. Meski gagal persembahkan gelar, Conte sudah memberikan ekspektasi tinggi bagi klub tuk kembali bersaing di tangga juara.
Di musim kedua, Antonio Conte dipersenjatai dengan rekrutan hebat guna membawa Inter berprestasi. Arturo Vidal, Nicolo Barella, Stedano Sensi, Alexis Sanchez hingga Achraf Hakimi didatangkan ke klub. kedatangan nama baru dan dikomninasikan dengan nama lama membuat Inter kian bertaji.
Mereka mampu memutus dominasi Juventus yang sudah 9 tahun berjalan di Italia. Uniknya, Conte yang memulai dominasi tersebut dan dirinya pula yang menyudahi catatan apik mantan timnya tersebut. Asa besar pun kembali terajut pasca Inter memenangi Scudetto pertama sejak 11 tahun terakhir.
Meski begitu, keinginan Conte untuk mendatangkan pemain besar guna mengerek prestasi klub di kancah Eropa sekaligus mempertahankan kejayaan di kancah domestik harus terhenti. Suning Group, perusahaan yang menaungi Inter Milan kolaps. Ditambah lagi, kondisi pandemi membuat situasi berjalan sulit. Inter diminta melepas para bintangnya guna stabilkan konidisi keuangan klub.
Conte yang meminta penambahan pemain dan menerima kenyataan skuatnya digembosi memiliki untuk mundur. Hal ini sama seperti yang terjadi enam musim lalu kala ia memutuskan hengkang dari Juventus dengan skema yang kurang lebih sama. Conte hanya membutuhkan ruang untuk sukses dan Inter Milan menolak memberikannya.
Kini, pasca meninggalkan posisinya sebagai juru taktik Inter Milan, Conte dikaitkan dengan berbagai tim macam Manchester United dan Newcastle United. Nama yang disebut kedua bisa saja menuai kesuksesan bersama Conte lantaran bakal mempercayakan sepenuhnya skuat pada pelatih Italia itu dengan gelontoran uang yang mereka miliki dari public investment fund (PIF).
Selalu update berita bola terbaru seputar sepak bola dunia hanya di Vivagoal.com