Site icon Vivagoal.com

Ricardo Kaka: Si Religius Penghancur Messi-Ronaldo di Ballon d’Or

artikel-vigo-KAKA

Vivagoal Obrolan VigoSejak Ricardo Kaka memenangkan trofi di tahun 2007 lalu, tak ada pemain lain selain Lionel Messi, Ronaldo, serta Luca Modric yang bisa mendapatkan Ballon d’Or. Sejak itu, memang dunia sepakbola berubah cukup drastis, siapapun bisa menjadi pemain termahal di dunia atau tim apapun bisa tampil mengejutkan di ajang bergengsi.

Pada medio 2003-2007 itu, Kaka medominasi ranah sepakbola dunia. Dengan seragam merah hitam milik AC Milan atau kuning khas Tim Samba Brazil, pemain bernama lengkap Ricardo Izecson dos Santos Leite ini sukses tampil menawan sebagai bagian dari lini penyerangan tim.

Namun, keputusannya untuk pindah ke Real Madrid di tahun 2009 menjadi awal dari penurunan atau bahkan petaka dalam karir sepakbolanya. Kaka sepertinya cukup tergiur dengan iming-iming seorang Florentino Perez, Presiden Real Madrid kala itu. Dari sosok juara dunia dan pemain mahal, Kaka justru bertransformasi menjadi pemain “kaca” yang akrab dengan meja operasi.

Manusia Terkahir Peraih Ballon d’Or

Jika hanya melihat apa yang terjadi dengan Kaka selama di Real Madrid, mungkin sangat mudah untuk melupakan betapa hebatnya seorang Kaka di masa lalu. Padahal sebelum Luca Modric di tahun 2018, Kaka adalah “manusia” terakhir yang bisa mengalahkan Messi dan Ronaldo secara bersamaan dalam ajang Ballon d’Or.

“Ini adalah era baru sepakbola. Siklus baru dimulai. Ada pemain-pemain hebat sebelumnya, tapi sekarang para pemain baru mulai membuat sejarah,”ujar Kaka pasca mendapatkan Ballon d’Or di tahun 2007.

Pernyataan Kaka hampir seluruhnya benar, tapi era baru itu terjadi bertahun-tahun setelahnya dan dirinya justru tertinggal dibandingkan para pemain lain. Messi dan Ronaldo yang Ia kalahkan, meninggalkan Kaka jauh dibelakang mereka. Hingga lahir lah ungkapan bahwa Kaka adalah pemenang Ballon d’Or terakhir yang lahir di bumi ini, dimana setelahnya Messi dan Ronaldo dianggap bukan manusia.

Sumber: Liputan 6

Jauh sebelum itu semua terjadi, di musim 2006/07 sedikit munafik jika kita tak menyebut Kaka adalah pemain terbaik dunia kala itu. 18 gol serta 10 assists di semua ajang memang terlihat “biasa” jika kita bandingkan dengan masa sekarang.

Tak mengherankan ada seorang pemain yang bisa mencetak hinggal 50 gol dalam satu musim. Berbicara adil, di musim itu pula penampilan Kaka sedikit banyak terpengaruh oleh penurunan dari AC Milan sendiri di Serie A.


Baca Juga:


Di musim tersebut AC Milan memiliki skuat seperti, Dida, Cafu, Paolo Maldini, Alessandro Nesta, Andrea Pirlo, hingga Il Fenomeno Ronaldo. Namun, mereka tak mampu berbuat banyak hingga harus berakhir di peringkat empat Serie A. Sedikit banyak hal itu dikarenakan Milan yang ikut terlibat skandal calciopoli sehingga harus memulai musim dengan poin minus.

Tetapi penampilan Rossonerri berbanding terbalik saat berada di Liga Champions. Mereka dengan mulus bisa mendominasi fase grup yang diisi oleh AEK Athens, Lille, dan Anderlecht. Kaka tampil cukup terengginas dengan mencetak lima gol serta tambahan satu assist untuk Milan.

Di fase gugur, Kaka masih menjadi tumpuan utama Milan dalam menggedor lini pertahanan lawan. Mulai Celtic di babak 16 Besar, Bayern Munich di Perempat final, hingga Manchester United di semifinal tak mampu meredam kemilau dari seorang Ricardo Kaka. Sejak melawan Celtic pula, Kaka selalu terlibat dalam kemenangan AC Milan, baik gol maupun assists.

Hingga pada puncaknya, di babak Final mereka harus berhadapan dengan raksasa Premier League Liverpool. Aroma balas dendam pun terasa, mengingat di tahun 2005 Milan harus rela terkena “epic comeback” yang sangat terkenal dari Liverpool. Kaka memang tak mencetak gol, namun Ia kembali berhasil mengemas satu assist matang yang mampu diselesaikan secara sempurna oleh Filipo Inzaghi.

Pada akhirnya, AC Milan berhasil merengkuh trofi “si kuping besar” mereka yang ke enam sekaligus menjadi yang terakhir sejauh ini. Semakin spesial karena di musim 2006/07 itu Kaka menjadi top skor dengan catatan 10 gol nya.

Kaka Memukau

Secara permaianan, Kaka memang tak stylist seperti Ronaldinho ataupun Neymar. Selain itu, dalam urusan passing atau mengatur serangan, sepertinya porsi Kaka lebih sedikit dibandingkan dengan Andrea Pirlo atau Seedorf. Tetapi akselerasi kecepatan, kecerdikan memanfaatkan ruang, serta ketajaman yang Ia miliki menjadi senjata utama yang membuat Kaka ditakuti para lawan.

Tak butuh banyak aksi, hanya dribel sederhana, Kaka bisa mencetak gol yang fantastis. Seperti yang Ia lakukan saat melawan Celtic. Lewat solo run dari tengah lapang, Kaka mampu melewati beberapa pemain bertahan Celtic, sebelum diakhiri dengan sontekan pelan yang mampu mengolongi kiper mereka Arthur Boruc.

Di musim yang sama, Old Trafford menjadi saksi lain betapa hebatnya Kaka di masa emasnya itu. Kaka mampu mengelabui Patrice Evra dan Gabriel Heinze dan selanjutnya dengan cukup mudah membobol gawang Edwin Van der Saar lewat sudut sempit. Jika tak memiliki kemampuan spesial tentu tak mudah membuat pemain sekelas Evra, Heinze, ataupun Van der Saar menjadi seperti anak-anak kecil yang bermain bola.

“Dia tak selevel Zidane, namun mendekati. Pemain terbaik kedua yang pernah aku latih dan dia yang paling pintar,”ungkap Carlo Ancelotti

Kehilangan Andriy Shevchenko ke Chelsea, sedikit banyak memang membuat pola permainan Kaka sedikit berubah. Ia lebih sering bermain sebagai second striker dibelakang Inzaghi dan membuatnya tak terlalu banyak berperan sebagai playmaker. Namun perubahan itu justru membuat ketajaman Kaka bertambah.

Di tahun 2009, akhirnya Kaka menerima pinangan dari Real Madrid dengan nilai transfer mencapai 67 juta euro atau sekitar 1,1 triliun rupiah, yang pada masa itu merupakan transfer tinggi. Real Madrid memang tengah membangun Los Galacticos Part II mereka kala itu. Bersama Cristiano Ronaldo, Xabi Alonso, Karim Benzema, serta para pemain Madrid lain, tentu membuat mereka terlihat sangat mewah.

Awalnya, semua berjalan lancar untuk Kaka dan Real Madrid. Ia bersama Ronaldo sukses membentuk duo idaman yang bisa tampil menawan dan dominan. Sempat dirumorkan bakal mewarisi nomor punggung lima milik Zidane, Kaka akhirnya memutuskan memilih nomor delapan. Kaka berhasil menjadi salah satu sumber gol besar Madrid, tentunya bersama Ronaldo di lini serang mereka.

El Classico melawan Barcelona pun terasa sangat luar biasa, karena rival mereka kala itu baru saja merekrut bintang sekelas Zlatan Ibrahimovic. Sehingga duel Kaka-Ronaldo-Benzema melawan Messi-Ibrahimovic-Henry membuat La Liga semakin bernilai di mata sepakbola dunia.

Akhir Karier Kaka

Bencana mulai mendatangi karir gemilang Kaka di Real Madrid. Di mulai pada cedera pertamanya pada Bulan Agustus 2009, Kaka secara tiba-tiba berubah menjadi seperti Arjen Robben yang akrab denga masalah cedera. Setelah itu, musim-musim berat Kaka di Santiago Bernabeu terjadi.

Jika Kaka, sibuk dengan masalah cedera, rekannya Ronaldo malah terus berkembang menjadi seorang pemain yang memiliki fisik luar biasa. Ditambah kehadiran para pemain seperti Mesut Ozil membuat peran Kaka di Madrid semakin berkurang. Hingga akhirnya Ia secara resmi meninggalkan Real Madrid pada musim 2013/14.

Setelah itu, Kaka mulai berpindah-pindah klub dengan bergabung bersama Sao Paulo pada tahun 2014 serta Orlando City di tahun yang sama. Bersama Orlando City lah Kaka mengakhiri karirnya sebagai pesepakbola pada tahun 2017.

Jika berdasarkan raihan trofi, Kaka cukup bisa berbangga diri. Ia telah mendapatkan berbagai trofi bergengsi baik bersama klub maupun Timnas Brazil. Di Real Madrid, Kaka mampu menyumbangkan masing-masing satu trofi La Liga dan Copa del Rey. Di Milan, Ia meraih berbagai gelar mulai dari Serie A, Liga Champions, sampai Piala Dunia antar Klub.

Sementara bersama tim Samba, Kaka sukses meraih trofi Piala Dunia dan dua trofi Piala Konfederasi. Sehingga mungkin Kaka masih bisa menyombongkan pada Ronaldo dan Messi bahwa dirinya mampu memberikan cukup banyak gelar di tingkat Internasional.

Disamping permaianannya, salah satu hal yang identik dengan Kaka adalah selebrasi menunjuk langit serta baju dalam bertuliskan “I Belong to Jesus“. Tentu Kaka bukan lah pemain religius pertama yang memiliki kualitas hebat di dunia sepakbola. Namun apa yang ditunjukannya itu membuat Kaka dikenal sebagai salah satu pesepakbola jenius yang pernah turunkan oleh Tuhan ke dunia.

Bahkan dalam penuturan dari Pato, saat dirinya pertama kali masuk ke ruang ganti AC Milan, Ia langsung ditodong sebuah pilihan oleh Ronaldo. Apakah dirinya memilih kubu Ronaldo atau Kaka.


Baca Juga:


“Selama minggu pertama di klub, Ronaldo menunjukan pada saya majalah dewasa dan bertanya”apakah saya lebih memiliki ini (majalah dewasa) atau religius?,”cerita Pato.

Hal itu tentu sangat jelas menunjukan bahwa di Milan saja, terdapat dua kubu kontra, kubu yang lebih gemar untuk berpesta mencari kesenangan atau yang memang lebih taat untuk beribadah. Tak berlebihan, karena menurutnya, di dalam loker Kaka terdapat banyak ornamen untuk berdoa, sehingga Ia menggambarkannya sebagai gereja mini milik Kaka.

Kehadiran Kaka di selama ini telah memberikan warna lain yang bisa kita semua nikamti dari dunia sepakbola. Tak selalu banyak “gaya” ala Ronaldinho ataupun Cristiano Ronaldo dengan kedisiplinannya, permainan sederhana dari sosok religius seperti Kaka telah menggoreskan salah satu mahakarya terbaik dalam sepakbola.

Feliz Anniversario, Ricky

Selalu update berita bola terbaru seputar sepak bola dunia hanya di Vivagoal.com

Exit mobile version