Site icon Vivagoal.com

Obrolan Vigo: Pochettinno Bukan Pelatih yang Spesial untuk PSG

Obrolan Vigo: Pochettinno Bukan Pelatih yang Spesial untuk PSG

Vivagoal Berita Bola – Mauricio Pochettino baru saja meneken kontrak baru bersama PSG hingga 2023 mendatang. Namun sejatinya, pelatih asal Argentina itu bukanlah sosok yang spesial bagi Les Parisiens. Mengapa?

Poch, yang ditunjuk pada Januari 2021 kemarin guna menggantikan Thomas Tuchel yang dipecat. Ia sukses mempersembahkan gelar Piala Prancis, Piala Super Prancis sekaligus silverware perdananya di kancah manajerial dan mampu membuat PSG lolos ke semifinal Liga Champions musim lalu. Namun, ia gagal mempertahankan gelar Ligue 1 lantaran disalip Lille yang pada akhirnya keluar sebagai juara.

Serangkaian hasil tersebut membuat presiden PSG, Nasser Al-Khelaifil yakin jika Poch merupakan sosok yang tepat untuk membawa PSG mendulang kesuksesan. Hal tersebutlah yang membuat PSG tak ragu memberinya tambahan kontrak hingga semusim ke depan.


Baca Juga:


“Kami senang bahwa Mauricio telah menegaskan kembali komitmennya kepada keluarga Paris St-Germain,” katanya pada situs resmi klub

“Setelah juga menjadi kapten tim 20 tahun lalu, dia memahami nilai-nilai klub, ambisi dan visi untuk masa depan. Dengan kepemimpinan Mauricio, kami bersemangat dan percaya diri tentang apa yang akan terjadi di masa depan.”

Namun satu yang perlu dicatat, kesuksesan Poch membawa PSG ke semifinal dan menjuarai sepasang gelar domestik pada musim lalu merupakan sebuah “hadiah terakhir” yang diberikan Tuchel. Pasalnya, ia hanya meneruskan sisa kerja pelatih Jerman yang sudah hengkang ke Chelsea itu. Tragisnya, pasca dipecat PSG, Tuchel mendulang gelar yang diidamkan PSG selama ini, Liga Champions.

Pochettino yang Butuh Proses Terbiasa Menggali Potensi Pemain

Pochettino meraih reputasinya dalam karir manajerial sepakbola melalui serangkaian jalan berliku. Ia memulai karir di Espanyol pada 2009, tiga tahun pasca dirinya memutuskan pensiun di tim yang sama. Menjadi pelatih muda, ia memiliki hasrat tinggi guna buktikan diri. Berbekal skema 4-2-3-1 dan kominasi pemain muda potensial yang dimiliki klub, ia mampu membawa Espanyol hadir sebagai kuda hitam di LaLiga.

Bersama Periquitos , kebiasaan mempromosikan pemain muda ke tim utama mulai dibangun. Hal tersebut sukses ia bawa ke tim setelahnya yakni Southampton dan Tottenham Hotspur. Pasca Espanyol, ia menyeberangi Inggris guna melatih the Saints pada 2013 lalu.

Dipanggilnya Poch sebagai pelatih utama Soton menggantikan Nigel Adkins dipertanyakan fans Soton. Ia merasa pelatih Argentina itu tak pantas melatih Soton lantaran di musim sebelumnya, ia tak mampu mebawa Espanyol keluar dari jerat degradasi. Namun direksi Soton tetap mempercayai Poch melatih tim.

Di Soton, Poch mengedepankan tiga apsek sepakbola dari kompatiriot sekaligus sang maha guru, Marcelo Bielsa. Ia menggunakan pola kecepatan, intensistas tinggi dan kolektivitas. Tiga aspek tersebut memang biasa terlihat pada tim-tim yang dibesut oleh El Locco. Gaya pressing tinggi juga kerap digunakannya guna menekan lawan dan membawa tim terhindar dari zona merah.

Berbagai bibit-bibit terbaik pun mulai ia temukan di tim yang bermarkas di St Marry Stadium. Nama-nama macam Nathaniel Clyne, Calum Chambers dan Luke Shaw sukses berkembang di bawah asuhannya. Belum lagi, ia juga mampu mengeluarkan kemampuan terbaik dari Morgan Schneiderlin, Victor Wanyama, hingga Adam Lallana dan Jay Rodriguez.

Di musim perdana sekaligus terakhirnya, ia sukses membawa Saints menduduki posisi kedelapan. Posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak musim 2002/03 lalu. Tak hanya itu, ia juga catatan pointertinggi sejak 1992/93 silam. Setelahnya, Tottenham Hotspur pun mejadi destinasi Poch.


Baca Juga:


Sama seperti Soton, Spurs dibuat Poch bermain aktraktif. Di musim perdananya, ia membawa tim lolos ke final Piala Liga dengan balutan skuat muda yang dinamis. Sayang pada Final Piala Liga 2015 itu, ia harus kalah dari Chelsea. Di kancah domestik, membawa Spurs finish di urutan kelima.  Beberapa pemain muda “temuannya” macam Eric Dier, Dele Alli dan Harry Kane bahkan dipanggil Timnas Inggris guna ikuti Euro 2016 lalu.

Di Spurs, Poch membawa era baru bagi klub. Permainan aktraktif dan dinamis masih dipertahankan. Dua musim berselang, ia mampu membawa Spurs dalam perburuan gelar Premier League bersama Chelsea. Namun di akhir musim 2016/17, ia kembali gagal dan Spurs harus tempati posisi runner up di bawah Chelsea dengan selisih 7 poin. Di musim tersebut, Spurs mampu mendulang 86 poin. Capaian tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1962/63.

Bahkan, periode manisnya berlanjut kala membawa the Lilywhites ke final Liga Champions 2018/19. Spurs menang dramatis melawan Ajax di laga semifinal. Namun di laga pamungkas, mereka keok dari Liverpool dengan skor mencolok. Setahun pasca hantarkan Spurs ke final, Poch pun dipecat lantaran gagal membawa prestasi bagi tim London Utara. Lima tahun karirnya di Spurs hanya berbuah tiga kali runner up di tiga ajang berbeda. Piala Liga, Premier League dan Liga Champions

Saat Klub Tak Sabar, Poch Bukanlah Sosok yang Spesial bagi PSG

Menilik berbagai rekam jejak di atas, Poch jelas butuh waktu panjang untuk mendulang prestasi. Hal tersebut bakal sulit ia dapatkan bersama PSG mengingat reputasi tim asal Paris yang sukses bertransformasi menjadi salah satu peta kekuatan di sepakbola Eropa. Artinya, tak banyak waktu yang tersedia bagi Poch.

Tim asal Ibu Kota Prancis tak segan untuk memecat pelatih yang tak bisa memberikan hasil sesuai selera. Thomas Tuchel adalah salah satu bukti. Beberapa pelatih lain macam Laurent Blanc, Carlo Ancelotti dan Unai Emery juga meninggalkan klub ssbelum Tuchel. Mama-nama yang disebut di atas sukses persembahkan gelar domestik bagi Les Parisiens. Namun mereka tak mampu membuat klub berbicara banyak di Eropa. Dengan segala kekuatan finansial dan materi pemain bintang, PSG tentu tak puas hanya berada di kolam kecil bernama Ligue 1 dan rentetan kompetisi domestik lainnya.

Di PSG, kebiasaan Poch mempromosikan pemain muda potensial bisa saja terus dijalankan mengingat mantan timnya kala bermain itu memiliki berbagai bibit akademi terbaik. Namun, andai PSG menargetkan Poch mendulang Liga Champions kurang dari dua musim, sesuai dengan durasi kontraknya saat ini, jelas bukan sebuah langkah bijak. Ia jelas perlu membangun tim secara utuh. Terlebih, saat ini PSG disesaki berbagai pemain bintang dengan ego yang lumayan tinggi.


Baca Juga:


Menangani pemain dengan kaliber bintang yang berbeda dengan Tottenham adalah hal yang harus ditaklukannya. Son Heung-min jelas berbeda dengan Neymar Jr. Pun demikian dengan Lucas Moura yang tak bisa disandingan egonya dengan Kylian Mbappe. Terlebih, mereka memiliki Sergio Ramos yang siap mendamprat siapapun lantaran punya reputasi tinggi sebagai mantan ketua kelas di Real Madrid dalam beberapa tahun terakhir.

Andai tak mampu menguasai ruang ganti, bukan tak mungkin prestasi yang dharapkan klub bakal jauh dari ekspektasi dan resistensi terus bergejolak layaknya Mourinho di United. Namun apapun itu, andai PSG tak memiliki kesabaran lebih dalam memberikan waktu bagi pelatih Argentina, Poch bukanlah sosok yang spesial bagi mereka. Ia butuh waktu guna meraih kesuksesan bagi tim. Andai nantinya gagal, kehadirannya di Paris boleh dibilang sebagai langkah panik Les Parisiens untuk mendatangkan pelatih anyar sekedar untuk mengisi kekosongan.

Selalu update berita bola terbaru seputar sepak bola dunia hanya di Vivagoal.com

Exit mobile version